Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.
BAB V
HUKUM ACARA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 28(1)Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.
(2)Dalam hal Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan memimpin sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sidang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.
(3)Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan pada waktu yang bersamaan, sidang pleno dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan oleh Anggota Mahkamah Konstitusi.
(4)Sebelum sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi dapat membentuk panel hakim yang anggotanya terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk memeriksa yang hasilnya dibahas dalam sidang pleno untuk diambil putusan.
(5)Putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(6)Tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakibat putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Bagian Kedua
Pengajuan Permohonan
Pasal 29(1)Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi.
(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 (dua belas) rangkap.
Pasal 30Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai:
a.pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c.pembubaran partai politik;
d.perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
e.pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 31 (1)Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a.
nama dan alamat pemohon;
b.uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; dan
c.
hal-hal yang diminta untuk diputus.
(2)Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut.
Bagian Ketiga
Pendaftaran Permohonan dan Penjadwalan Sidang
Pasal 32(1)Terhadap setiap permohonan yang diajukan, Panitera Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan kelengkapan permohonan.
(2)Permohonan yang belum memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31 ayat (1) huruf a dan ayat (2), wajib dilengkapi oleh pemohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan kekuranglengkapan tersebut diterima pemohon.
(3)Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 33 Buku Registrasi Perkara Konstitusi memuat antara lain catatan tentang kelengkapan administrasi dengan disertai pencantuman nomor perkara, tanggal penerimaan berkas permohonan, nama pemohon, dan pokok perkara.
Pasal 34(1)Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama, setelah permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja.
(2)Penetapan hari sidang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada para pihak dan diumumkan kepada masyarakat.
(3)Pengumuman kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menempelkan salinan pemberitahuan tersebut di papan pengumuman Mahkamah Konstitusi yang khusus digunakan untuk itu.
Pasal 35 (1)Pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan.
(2)Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan permohonan tidak dapat diajukan kembali.
Bagian Keempat
Alat Bukti
Pasal 36 (1)Alat bukti ialah:
a.
surat atau tulisan;
b.
keterangan saksi;
c.
keterangan ahli;
d.
keterangan para pihak;
e.
petunjuk; dan
f.alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
(2)Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dapat dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum.
(3)Dalam hal alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum, tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.
(4)Mahkamah Konstitusi menentukan sah atau tidak sahnya alat bukti dalam persidangan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 37Mahkamah Konstitusi menilai alat-alat bukti yang diajukan ke persidangan dengan memperhatikan persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.
Pasal 38(1)Para pihak, saksi, dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi.
(2)Surat panggilan harus sudah diterima oleh yang dipanggil dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan.
(3)Para pihak yang merupakan lembaga negara dapat diwakili oleh pejabat yang ditunjuk atau kuasanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4)Jika saksi tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun sudah dipanggil secara patut menurut hukum, Mahkamah Konstitusi dapat meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkan saksi tersebut secara paksa.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Pendahuluan
Pasal 39 (1)Sebelum mulai memeriksa pokok perkara, Mahkamah Konstitusi mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan.
(2)Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Mahkamah Konstitusi wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.
Bagian Keenam
Pemeriksaan Persidangan
Pasal 40(1)Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim.
(2)Setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib menaati tata tertib persidangan.
(4)Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan penghinaan terhadap Mahkamah Konstitusi.
Pasal 41(1)Dalam persidangan hakim konstitusi memeriksa permohonan beserta alat bukti yang diajukan.
(2)Untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim konstitusi wajib memanggil para pihak yang berperkara untuk memberi keterangan yang dibutuhkan dan/atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait dengan permohonan.
(3)Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan penjelasannya dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permintaan hakim konstitusi diterima.
Pasal 42Saksi dan ahli yang dipanggil wajib hadir untuk memberikan keterangan.
Pasal 43Dalam pemeriksaan persidangan, pemohon dan/atau termohon dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus untuk itu.
Pasal 44(1)Dalam hal pemohon dan/atau termohon didampingi oleh selain kuasanya di dalam persidangan, pemohon dan/atau termohon harus membuat surat keterangan yang khusus untuk itu.
(2)Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dan diserahkan kepada hakim konstitusi di dalam persidangan.
Bagian Ketujuh
Putusan
Pasal 45(1)Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim.
(2)Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti.
(3)Putusan Mahkamah Konstitusi wajib memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan.
(4)Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang.
(5)Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan.
(6)Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikutnya.
(7)Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.
(8)Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.
(9)Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada para pihak.
(10)Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8), pendapat anggota Majelis Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan.
Pasal 46Putusan Mahkamah Konstitusi ditandatangani oleh hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus, dan panitera.
Pasal 47Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.
Pasal 48(1)Mahkamah Konstitusi memberi putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2)Setiap putusan Mahkamah Konstitusi harus memuat:
a.kepala putusan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b.
identitas pihak;
c.
ringkasan permohonan;
d.pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan;
e.
pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan;
f.
amar putusan; dan
g.hari, tanggal putusan, nama hakim konstitusi, dan panitera.
Pasal 49 Mahkamah Konstitusi wajib mengirimkan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
Bagian Kedelapan
Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
Pasal 50Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(dibatalkan MK (putusan No. 006/PUU-II/2004) tgl 12 Apr 2005)
Pasal 51(1)Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a.
perorangan warga negara Indonesia;
b.kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c.
badan hukum publik atau privat; atau
d.
lembaga negara.
(2)Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajibmenguraikan dengan jelas bahwa:
a.pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b.materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 52Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada DPR dan Presiden untuk diketahui, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 53Mahkamah Konstitusi memberitahukan kepada Mahkamah Agung adanya permohonan pengujian undang-undang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 54Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden.
Pasal 55Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan (menurut MK (putusan No. 93/PUU-XV/2017 tgl 14 nov 2017) tgl 20 mar 2018, harus dimaknai "ditunda pemeriksaannya".) apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 56(1)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(3)Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(4)Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(5)Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 57(1)Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(2)Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(3)Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
Pasal 58Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 59Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan Mahkamah Agung.
Pasal 60Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
Bagian Kesembilan
Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang
Kewenangannya Diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Pasal 61(1)Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.
(2)Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang kepentingan langsung pemohon dan menguraikan kewenangan yang dipersengketakan serta menyebutkan dengan jelas lembaga negara yang menjadi termohon.
Pasal 62Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada termohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 63Mahkamah Konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan pada pemohon dan/atau termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 64(1)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(3)Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan.
(4)Dalam hal permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 65Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Mahkamah Konstitusi.
Pasal 66(1)Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan, termohon wajib melaksanakan putusan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diterima.
(2)Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan kewenangan termohon batal demi hukum.
Pasal 67Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa kewenangan disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden.
Bagian Kesepuluh
Pembubaran Partai Politik
Pasal 68(1)Pemohon adalah Pemerintah.
(2)Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 69Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada partai politik yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 70(1)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(3)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 71Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pembubaran partai politik wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 72Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pembubaran partai politik disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
Pasal 73(1)Pelaksanaan putusan pembubaran partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada Pemerintah.
(2)Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh Pemerintah dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan diterima.
Bagian Kesebelas
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Pasal 74(1)Pemohon adalah:
a.perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum;
b.pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
c.
partai politik peserta pemilihan umum.
(2)Permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi:
a.terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;
b.penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden;
c.perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan.
(3)Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional.
Pasal 75Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang:
a.kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; dan
b.permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.
Pasal 76Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada Komisi Pemilihan Umum dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 77(1)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(3)Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar.
(4)Dalam hal permohonan tidak beralasan amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 78Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a.paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden;
b.paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 79Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perselisihan hasil pemilihan umum disampaikan kepada Presiden.
Bagian Keduabelas
Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran
oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
Pasal 80(1)Pemohon adalah DPR.
(2)Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai dugaan:
a.Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
b.Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3)Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menyertakan keputusan DPR dan proses pengambilan keputusan mengenai pendapat DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, risalah dan/atau berita acara rapat DPR, disertai bukti mengenai dugaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 81Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 82Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri pada saat proses pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi, proses pemeriksaan tersebut dihentikan dan permohonan dinyatakan gugur oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 83(1)Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2)Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan membenarkan pendapat DPR.
(3)Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau tidak terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 84Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 85
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pendapat DPR wajib disampaikan kepada DPR dan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 86Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya menurut Undang-Undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 87Pada saat Undang-Undang ini berlaku, seluruh permohonan dan/atau gugatan yang diterima Mahkamah Agung dan belum diputus berdasarkan ketentuan Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak Mahkamah Konstitusi dibentuk.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO