info: aktifkan javascript browser untuk tampilan normal...
BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama
Pengertian

Pelaksanaan kekuasaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, kejaksaan tinggi, dan kejaksaan negeri.

Pasal 4
(1)Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
(2)Kejaksaan tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
(3)Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota.

BAB II
SUSUNAN KEJAKSAAN

Bagian Pertama
Umum

(1)Susunan organisasi dan tata kerja kejaksaan ditetapkan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2)Kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri dibentuk dengan Keputusan Presiden atas usul Jaksa Agung.

Pasal 7
(1)Dalam hal tertentu di daerah hukum kejaksaan negeri dapat dibentuk cabang kejaksaan negeri.
(2)Cabang kejaksaan negeri dibentuk dengan Keputusan Jaksa Agung.

Bagian Kedua
Jaksa

Pasal 8
(1)Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2)Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
(3)Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.
(4)Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
(5)Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

(1)Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Jaksa Agung.
(2)Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia.
bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya.
bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapa pun juga.
bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian".

Pasal 11
(1)Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang ini, jaksa dilarang merangkap menjadi:
a.pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;
b.advokat.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan atau pekerjaan yang dilarang dirangkap selain jabatan atau pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(1)Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a.dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya;
c.melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
d.melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
e.melakukan perbuatan tercela.
(2)Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa, serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Pasal 14
(1)Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
(2)Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(3)Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak jabatan fungsional jaksa yang terkena pemberhentian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17
Ketentuan mengenai tunjangan jabatan fungsional jaksa diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Ketiga
Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda

Pasal 18
(1)Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.
(2)Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
(3)Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.
(4)Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.

Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g.

Pasal 21
Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi:
a.pejabat negara lain atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang- undangan;
b.advokat;
c.wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terkait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya;
d.pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;
e.notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah;
f.arbiter, badan atau panitia penyelesaian sengketa yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g.pejabat lembaga berbentuk komisi yang dibentuk berdasarkan undang-undang; atau
h.pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang.

(1)Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2)Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(3)Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda, atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier.

Pasal 24
(1)Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
(2)Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah jaksa sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 8 yang berpengalaman sebagai kepala kejaksaan tinggi atau jabatan yang dipersamakan dengan jabatan kepala kejaksaan tinggi.
(3)Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu.
(4)Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a.meninggal dunia;
b.permintaan sendiri;
c.sakit jasmani atau rohani terus menerus;
d.berakhir masa jabatannya;
e.tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

(1)Kepala kejaksaan negeri adalah pimpinan kejaksaan negeri yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya.
(2)Kepala kejaksaan negeri dibantu oleh beberapa orang unsur pembantu pimpinan dan unsur pelaksana.
(3)Kepala cabang kejaksaan negeri adalah pimpinan cabang kejaksaan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di sebagian daerah hukum kejaksaan negeri yang membawahkannya.
(4)Kepala cabang kejaksaan negeri dibantu oleh beberapa orang unsur pelaksana.

Pasal 28
Yang dapat diangkat menjadi kepala kejaksaan tinggi, wakil kepala kejaksaan tinggi, kepala kejaksaan negeri, dan kepala cabang kejaksaan negeri adalah jaksa yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan lebih lanjut oleh Jaksa Agung.

Bagian Kelima
Jabatan Fungsional dan Tenaga Ahli

Pasal 29
(1)Pada kejaksaan dapat ditugaskan pegawai negeri yang tidak menduduki jabatan fungsional jaksa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut peraturan perundang-undangan.
(2)Pegawai negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat sebagai tenaga ahli atau tenaga tata usaha untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.
(3)Selain tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada kejaksaan dapat diangkat tenaga ahli bukan dari pegawai negeri.

BAB III
TUGAS DAN WEWENANG

Bagian Pertama
Umum

Pasal 30
(1)Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a.melakukan penuntutan;
b.melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d.melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang;
e.melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
(2)Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
(3)Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
a.peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b.pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c.pengawasan peredaran barang cetakan;
d.pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e.pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f.penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Pasal 31
Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri.

Pasal 32
Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Pasal 33
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya.

Pasal 34
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

Bagian Kedua
Khusus

Pasal 35
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a.menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
b.mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c.mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d.mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;
e.dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f.mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 36
(1)Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.
(2)Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.
(3)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.

Pasal 37
(1)Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani.
(2)Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan prinsip akuntabilitas.

BAB IV
KETENTUAN LAIN

Pasal 38
Untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden.

Pasal 39
Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kejaksaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3451), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 42
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juli 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Juli 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAMBANG KESOWO

[tulis] » komentar « [baca]