a.pejabat yang melantik berdiri menghadap gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang akan dilantik; dan
b.rohaniwan berdiri di belakang atau sebelah kanan atau sebelah kiri gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang akan dilantik.
(1)Serah terima jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dilakukan dengan penyerahan memori serah terima jabatan dari gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang digantikan kepada gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang menggantikan.
(2)Dalam hal jabatan gubernur, bupati, dan walikota dijabat oleh Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota, serah terima jabatan dilakukan oleh Penjabat Gubernur kepada gubernur dan wakil gubernur, Penjabat Bupati kepada bupati dan wakil bupati, serta Penjabat Walikota kepada walikota dan wakil walikota yang telah dilantik.
(3)Serah terima jabatan gubernur dan wakil gubernur disaksikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, dan serah terima jabatan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota disaksikan oleh gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
(4)Dalam hal gubernur, bupati, dan walikota yang dilantik merupakan petahana dan tidak terdapat jeda Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota, tidak dilakukan serah terima jabatan.
(5)Dalam hal gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang digantikan berhalangan hadir dalam serah terima jabatan, memori serah terima jabatan disampaikan oleh sekretaris daerah.
(6)Berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah menderita sakit yang mengakibatkan fisik atau mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang atau tidak diketahui keberadaannya dan/atau meninggal dunia.
(7)Serah terima jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilakukan di ibu kota provinsi yang bersangkutan untuk serah terima jabatan gubernur dan wakil gubernur dan di ibu kota kabupaten/kota yang bersangkutan untuk serah terima jabatan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota paling lama 14 (empat belas) Hari setelah pelantikan.
Pasal 14Tata tempat berdiri pada saat serah terima jabatan menempatkan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang digantikan berdiri di sebelah kanan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang menggantikan.
BAB III
PERLENGKAPAN
(1)Format naskah untuk pelantikan gubernur dan wakil gubernur oleh Presiden atau Wakil Presiden berdasarkan pada protokol kepresidenan.
(2)Format naskah untuk pelantikan gubernur dan wakil gubernur oleh Menteri, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota oleh gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PELANTIKAN PENJABAT GUBERNUR,
PENJABAT BUPATI, DAN PENJABAT WALIKOTA
Pasal 17(1)Menteri atas nama Presiden melantik Penjabat Gubernur.
(2)Pelantikan Penjabat Gubernur dilaksanakan di ibu kota negara dan/atau di ibu kota provinsi yang bersangkutan.
(3)Gubernur atas nama Presiden melantik Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota.
(4)Pelantikan Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota dilaksanakan di ibu kota provinsi yang bersangkutan dan/atau di ibu kota kabupaten/kota yang bersangkutan.
(5)Untuk pertama kali, pelantikan Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota di daerah baru dan/atau daerah persiapan dilakukan oleh Menteri atas nama Presiden.
Pasal 18(1)Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota sebelum memangku jabatannya dilantik oleh pejabat yang melantik dengan mengucapkan sumpah/janji.
(2)Pengucapan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai agama yang dianut diawali dengan kata-kata sebagai berikut:
a.bagi penganut agama Islam "Demi Allah, saya bersumpah";
b.bagi penganut agama Kristen/Katholik "Saya berjanji" dan diakhiri "Semoga Tuhan Menolong Saya";
c.bagi penganut agama Hindu "Om Atah Paramawisesa";
d.bagi penganut agama Budha "Demi Sang Hyang Adi Budha saya berjanji".
(3)Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa."
Susunan acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat ditambahkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran atau seremoni agama tertentu atau nilai kearifan lokal yang dianut dan/atau diyakini oleh Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota yang dilantik.
Pasal 21Serah terima jabatan dari gubernur kepada Penjabat Gubernur, dari bupati kepada Penjabat Bupati, atau dari walikota kepada Penjabat Walikota dapat dilakukan bersamaan dengan acara pelantikan Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati atau Penjabat Walikota.
BAB V
PENDANAAN
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan mengenai tata cara pelantikan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
Pasal 24Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 167 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 346) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Februari 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Februari 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY