Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
-Asas manfaat adalah bahwa hutan harus dapat memberi manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat banyak;
-Asas kelestarian adalah bahwa dalam pemanfaatan sumber daya hutan harus senantiasa memperhatikan kelestarian sumber daya alam hutan tersebut agar mampu memberikan manfaat secara terus menerus;
-Asas perusahaan adalah bahwa pengusahaan hutan harus mampu memberikan keuntungan finansiil yang layak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Tebang habis dengan penanaman kembali adalah sama dengan pengertian tebang habis dengan permudaan buatan.
Untuk jenis tanaman pokok di mana sistem tebang habis dengan penanaman kembali tidak dapat diterapkan sepenuhnya maka dapat digunakan sistem lain yang sesuai, misalnya untuk jenis tanaman rotan.
Ayat (2)
Yang dimaksud tanaman lain adalah jenis tanaman dalam unit HTI yang luas dan nilai ekonominya lebih rendah dari tanaman pokok.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kawasan hutan produksi tetap adalah areal hutan yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan produksi tetap.
Ayat (2)
Kewenangan Menteri untuk menetapkan areal hutan bagi pembangunan HTI adalah agar areal hutan yang digunakan sesuai dengan kebijaksanaan umum di bidang kehutanan.
Pasal 6
Ketetapan luas areal HTI perlu disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku industri pada kapasitas optimum, baik untuk industri pulp maupun industri kayu pertukangan dan industri lainnya.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud Perusahaan Swasta pada Pasal ini dapat berupa Swasta Nasional maupun Swasta Asing yang telah membentuk Badan Hukum Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Apabila suatu areal yang telah dibebani Hak Pengusahaan Hutan akan ditetapkan sebagai areal HTI, maka areal tersebut terlebih dahulu harus dibebaskan dari areal HPH-nya. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa atas suatu areal hanya dapat dibebani dengan satu Hak.
Pasal 8
Ayat (1)
Karena pengusahaan HTI memerlukan waktu yang lama dan mengandung resiko tinggi maka pemberian jangka waktu 35 tahun ditambah satu kali daur tanaman pokok dipandang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan bagi terjaminnya usaha dan pengembalian modalnya.
Ayat (2)
Saran dan pertimbangan Gubernur Kepala Daerah diperlukan agar pembangunan HTI sinkron dengan rencana pembangunan wilayah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Sebelum suatu kawasan hutan ditetapkan sebagai areal kerja Hak Pengusahaan HTI, maka perlu disusun Studi Kelayakan untuk mengkaji apakah pengusahaan HTI pada areal tersebut layak secara ekonomis.
Studi Kelayakan dimaksud meliputi pula penyajian informasi lingkungan (PIL).
Ayat (2)
Percobaan penanaman dimaksudkan untuk mengetahui kesungguhan dari pemohon, bonafiditas dan profesionalismenya dalam membangun hutan tanaman.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Lima tahun sebelum jangka waktu Hak Pengusahaan HTI berakhir, akan dilakukan penilaian oleh Konsultan yang ditunjuk oleh Menteri. Hasil penilaian akan merupakan bahan pertimbangan dapat atau tidaknya suatu Hak Pengusahaan HTI diperpanjang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa yang diberikan hanya Hak Pengusahaan HTI tidak termasuk pemilikan hak dan penguasaan atas tanah. Sebab, penguasaan atas kawasan hutan menurut Undang-undang Pokok Kehutanan ada pada Negara. Hal ini berarti bahwa areal yang menjadi lokasi HTI tidak dapat dijadikan agunan/jaminan.
Pasal 12
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Dalam jangka waktu lima tahun pertama, di samping membangun tanaman, pelaksana HTI juga harus membangun sarana dan prasarana fisik antara lain pembuatan jalan, bangunan, tata batas unit dan lain-lain. Oleh karena itu luas tanaman yang dibuat dalam jangka waktu tersebut ditetapkan sedikit-dikitnya sepersepuluh dari luas areal yang diberikan.
Angka 7
Pemberian Hak Pengusahaan HTI atas suatu kawasan hutan mengandung pengertian bahwa atas kawasan hutan tersebut perlu segera dilakukan usaha yang dapat memberikan manfaat secara luas. Batas waktu 25 tahun adalah batas maksimal yang diberikan kepada pemegang hak untuk menanami seluruh areal Hak Pengusahaan HTI, sedangkan dalam pelaksanaannya perlu disesuaikan dengan jenis tanaman yang diusahakan.
Angka 8
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Penebangunan HTI merupakan kegiatan jangka panjang yang meliputi aspek teknis, ekonomi-sosial dan manajerial sehingga memerlukan tenaga-tenaga ahli terutama di bidang perencanaan hutan, silvikultur dan pengelolaan hutan. Silvikultur adalah ilmu pembinaan hutan, dalam rangka memelihara dan membina hutan agar produktivitasnya meningkat dan lestari.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila diperlukan tambahan modal untuk meningkatkan kemampuan pelaksanaan pembangunan HTI, maka Pemerintah dapat turut membiayai pembangunan HTI dalam bentuk Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemungutan hasil hutan tanaman industri adalah memetik atau mengambil atau memanen hasil hutan tanaman industri. Penjarangan dalam rangka pemeliharaan HTI dapat dilakukan terutama pada jenis tanaman yang mempunyai umur panjang (di atas 10 tahun) untuk menghasilkan kayu pertukangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
a.Segala prasarana dan sarana tidak bergerak yang telah dibangun di dalam areal kerjanya misalnya, jalan angkutan, jembatan, bendungan air, dermaga, base camp, gundang, perkantoran, rumah kaca dan sebagainya pada saat hapusnya Hak Pengusahaan HTI menjadi milik Negara.
b.
Cukup jela
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Pembangunan HTI yang tidak berhasil, yang disebabkan bukan karena penyebab alam atau karena di luar kemampuan manusia, pada dasarnya oleh karena ketidakmampuan atau kelalaian pelaksana di dalam melaksanakan pembangunan HTI. Jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak terbitnya Hak Pengusahaan HTI dipandang telah cukup untuk menilai kemampuan perusahaan.
Angka 6
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini, maka pembangunan HTI dengan sistim Perjanjian Kerja dan sistim swakelola perlu disesuaikan dengan jiwa Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas