info: aktifkan javascript browser untuk tampilan normal...
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1)Hutan Tanaman Industri dikelola secara profesional dan diusahakan berdasarkan asas manfaat, asas kelestarian, dan asas perusahaan.
(2)Unit HTI merupakan unit pengusahaan yang dapat terdiri dari satu atau lebih kelas perusahaan.

Pasal 4
(1)Sistem silvikultur yang diterapkan dalam pengelolaan HTI adalah tebang habis dengan penanaman kembali.
(2)Jenis tanaman dalam pembangunan HTI dapat terdiri dari tanaman pokok dan tanaman lain.

BAB IV
AREAL DAN LOKASI
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Luas areal setiap unit HTI diatur sebagai berikut:
a.Untuk mendukung industri pulp ditetapkan seluas-luasnya 300.000 Ha.
b.Untuk mendukung industri kayu pertukangan atau industri lainnya ditetapkan seluas-luasnya 60.000 Ha.

BAB V
PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Pasal 7
(1)Hak Pengusahaan HTI dapat diberikan kepada badan usaha negara, swasta dan koperasi.
(2)Hak Pengusahaan HTI tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
(3)Hak Pengusahaan HTI tidak dapat diberikan dalam areal hutan yang telah dibebani Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Pasal 8
(1)Kepada pemohon yang memenuhi persyaratan diberikan Hak Pengusahaan HTI oleh Menteri untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok yang diusahakan.
(2)Hak Pengusahaan HTI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan oleh Menteri setelah mendengar saran dan pertimbangan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(3)Luas dan lokasi kawasan hutan yang diberikan kepada pemohon sebagai areal kerja Hak Pengusahaan HTI ditetapkan oleh Menteri dan dilukiskan pada peta lampiran Keputusan pemberian Hak Pengusahaan HTI.

(1)Hak Pengusahaan HTI yang jangka waktunya telah berakhir dapat diperpanjang.
(2)Perpanjangan Hak Pengusahaan HTI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan apabila menurut penilaian Menteri pengusahaan HTI yang dilaksanakannya berjalan dengan baik.
(3)Kriteria dan tata cara penilaian dalam rangka perpanjangan Hak Pengusahaan HTI ditetapkan oleh Menteri.

BAB VI
HAK PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Pasal 11
(1)Pemegang Hak Pengusahaan HTI berhak mengusahakan HTI di areal kerjanya dan memanfaatkan hasil hutannya pada akhir daur berdasarkan Hak Pengusahaan HTI yang diberikan kepadanya.
(2)Hak Pengusahaan HTI tidak memberikan pemilikan hak dan penguasaan atas tanah.

BAB VII
KEWAJIBAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

(1)Pemegang Hak Pengusahaan HTI diwajibkan untuk mempekerjakan secukupnya tenaga-tenaga ahli kehutanan yang memenuhi persyaratan menurut penilaian Menteri di bidang:
a.Perencanaan Hutan b. Silvikultur.
c.Pengelolaan hutan.
(2)Ketentuan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VIII
PENDANAAN

Pasal 14
(1)Biaya yang berhubungan dengan permohonan Hak Pengusahaan HTI dan pelaksanaan pembangunan HTI menjadi tanggung.'jawab Pemohon.
(2)Pemerintah dapat turut membiayai pembangunan HTI dalam bentuk Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) atau bentuk lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

BAB IX
PEMUNGUTAN HASIL
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

(1)Hak Pengusahaan HTI hapus karena:
a.Jangka waktu yang diberikan telah berakhir dan tidak diperpanjang.
b.Dicabut oleh Menteri sebagai sanksi yang dikenakan kepada Pemegang Hak Pengusahaan HTI.
c.Diserahkan kembali oleh Pemegang Hak Pengusahaan HTI kepada Pemerintah sebelum jangka waktu yang diberikan berkahir.
(2)Hapusnya Hak Pengusahaan HTI atas dasar ketentuan ayat (1) tetap mewajibkan Pemegang Hak Pengusahaan HTI untuk:
a.Melunasi Iuran Hak Pengusahaan HTI dan Iuran Hasil Hutan.
b.Melaksanakan semua ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri dalam rangka hapusnya Hak Pengusahaan HTI.

Pasal 17
(1)Pada saat hapusnya Hak Pengusahaan HTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) maka:
a.Prasarana dan sarana yang telah dibangun di dalam areal kerjanya menjadi milik Negara.
b.Tanaman yang ada menjadi milik Negara.
(2)Ketentuan yang mengatur pelaksanaan ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

BAB XI
SANKSI

Pasal 18
Hak Pengusahaan HTI dapat dicabut apabila:
1.Pemegang Hak Pengusahaan HTI tidak melaksanakan usahanya secara nyata selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkan Surat Keputusan Hak Pengusahaan HTI.
2.Pemegang Hak Pengusahaan HTI tidak menyerahkan Rencana Karya Pengusahaan HTI dan/atau Rencana Karya Tahunan HTI menurut ketentuan Pasal 12 butir 1 dan 2.
3.Pemegang Hak Pengusahaan HTI menghentikan pekerjaannya dan meninggalkan arealnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terus menerus sebelum Hak Pengusahaan HTI berakhir.
4.Pemegang Hak Pengusahaan HTI tidak membayar iuran hasil hutan untuk hasil hutan yang telah dikeluarkan dari areal pengusahaan HTI sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5.Berdasarkan penilaian Menteri setelah lebih dari 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya Surat Keputusan Hak Pengusahaan HTI, pembangunan HTI yang dilaksanakannya tidak berhasil yang disebabkan oleh kelalaian pemegang hak Pengusahaan HTI.
6.Pemegang Hak Pengusahaan HTI dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan tidak melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 butir 8.

(1)Tindakan yang menyalahi ketentuan yang berlaku dan kelalaian-kelalaian oleh Pemegang Hak yang mengakibatkan kerusakan hutan tanaman, dikenakan denda sesuai dengan berat serta intensitas kerusakan yang ditimbulkan.
(2)Ketentuan mengenai tindakan, kelalaian dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21
Pengusahaan HTI yang telah dilaksanakan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, tetap berlangsung dengan ketentuan disesuaikan dengan jiwa Peraturan Pemerintah ini.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 1990
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO



TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI



Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas

Pasal 2
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Yang dimaksud dengan meningkatkan kualitas lingkungan hidup adalah upaya untuk memulihkan dan meningkatkan kondisi alamiah hutan agar dapat berfungsi secara optimal.
Angka 3
Cukup jelas

Pasal 3
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
-Asas manfaat adalah bahwa hutan harus dapat memberi manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat banyak;
-Asas kelestarian adalah bahwa dalam pemanfaatan sumber daya hutan harus senantiasa memperhatikan kelestarian sumber daya alam hutan tersebut agar mampu memberikan manfaat secara terus menerus;
-Asas perusahaan adalah bahwa pengusahaan hutan harus mampu memberikan keuntungan finansiil yang layak.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat (1)
Tebang habis dengan penanaman kembali adalah sama dengan pengertian tebang habis dengan permudaan buatan.
Untuk jenis tanaman pokok di mana sistem tebang habis dengan penanaman kembali tidak dapat diterapkan sepenuhnya maka dapat digunakan sistem lain yang sesuai, misalnya untuk jenis tanaman rotan.
Ayat (2)
Yang dimaksud tanaman lain adalah jenis tanaman dalam unit HTI yang luas dan nilai ekonominya lebih rendah dari tanaman pokok.

Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kawasan hutan produksi tetap adalah areal hutan yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan produksi tetap.
Ayat (2)
Kewenangan Menteri untuk menetapkan areal hutan bagi pembangunan HTI adalah agar areal hutan yang digunakan sesuai dengan kebijaksanaan umum di bidang kehutanan.

Pasal 6
Ketetapan luas areal HTI perlu disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku industri pada kapasitas optimum, baik untuk industri pulp maupun industri kayu pertukangan dan industri lainnya.

Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud Perusahaan Swasta pada Pasal ini dapat berupa Swasta Nasional maupun Swasta Asing yang telah membentuk Badan Hukum Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Apabila suatu areal yang telah dibebani Hak Pengusahaan Hutan akan ditetapkan sebagai areal HTI, maka areal tersebut terlebih dahulu harus dibebaskan dari areal HPH-nya. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa atas suatu areal hanya dapat dibebani dengan satu Hak.

Pasal 8
Ayat (1)
Karena pengusahaan HTI memerlukan waktu yang lama dan mengandung resiko tinggi maka pemberian jangka waktu 35 tahun ditambah satu kali daur tanaman pokok dipandang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan bagi terjaminnya usaha dan pengembalian modalnya.
Ayat (2)
Saran dan pertimbangan Gubernur Kepala Daerah diperlukan agar pembangunan HTI sinkron dengan rencana pembangunan wilayah.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Sebelum suatu kawasan hutan ditetapkan sebagai areal kerja Hak Pengusahaan HTI, maka perlu disusun Studi Kelayakan untuk mengkaji apakah pengusahaan HTI pada areal tersebut layak secara ekonomis.
Studi Kelayakan dimaksud meliputi pula penyajian informasi lingkungan (PIL).
Ayat (2)
Percobaan penanaman dimaksudkan untuk mengetahui kesungguhan dari pemohon, bonafiditas dan profesionalismenya dalam membangun hutan tanaman.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Lima tahun sebelum jangka waktu Hak Pengusahaan HTI berakhir, akan dilakukan penilaian oleh Konsultan yang ditunjuk oleh Menteri. Hasil penilaian akan merupakan bahan pertimbangan dapat atau tidaknya suatu Hak Pengusahaan HTI diperpanjang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa yang diberikan hanya Hak Pengusahaan HTI tidak termasuk pemilikan hak dan penguasaan atas tanah. Sebab, penguasaan atas kawasan hutan menurut Undang-undang Pokok Kehutanan ada pada Negara. Hal ini berarti bahwa areal yang menjadi lokasi HTI tidak dapat dijadikan agunan/jaminan.

Pasal 12
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Dalam jangka waktu lima tahun pertama, di samping membangun tanaman, pelaksana HTI juga harus membangun sarana dan prasarana fisik antara lain pembuatan jalan, bangunan, tata batas unit dan lain-lain. Oleh karena itu luas tanaman yang dibuat dalam jangka waktu tersebut ditetapkan sedikit-dikitnya sepersepuluh dari luas areal yang diberikan.
Angka 7
Pemberian Hak Pengusahaan HTI atas suatu kawasan hutan mengandung pengertian bahwa atas kawasan hutan tersebut perlu segera dilakukan usaha yang dapat memberikan manfaat secara luas. Batas waktu 25 tahun adalah batas maksimal yang diberikan kepada pemegang hak untuk menanami seluruh areal Hak Pengusahaan HTI, sedangkan dalam pelaksanaannya perlu disesuaikan dengan jenis tanaman yang diusahakan.
Angka 8
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Penebangunan HTI merupakan kegiatan jangka panjang yang meliputi aspek teknis, ekonomi-sosial dan manajerial sehingga memerlukan tenaga-tenaga ahli terutama di bidang perencanaan hutan, silvikultur dan pengelolaan hutan. Silvikultur adalah ilmu pembinaan hutan, dalam rangka memelihara dan membina hutan agar produktivitasnya meningkat dan lestari.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila diperlukan tambahan modal untuk meningkatkan kemampuan pelaksanaan pembangunan HTI, maka Pemerintah dapat turut membiayai pembangunan HTI dalam bentuk Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemungutan hasil hutan tanaman industri adalah memetik atau mengambil atau memanen hasil hutan tanaman industri. Penjarangan dalam rangka pemeliharaan HTI dapat dilakukan terutama pada jenis tanaman yang mempunyai umur panjang (di atas 10 tahun) untuk menghasilkan kayu pertukangan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
a.Segala prasarana dan sarana tidak bergerak yang telah dibangun di dalam areal kerjanya misalnya, jalan angkutan, jembatan, bendungan air, dermaga, base camp, gundang, perkantoran, rumah kaca dan sebagainya pada saat hapusnya Hak Pengusahaan HTI menjadi milik Negara.
b.Cukup jela
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 18
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Pembangunan HTI yang tidak berhasil, yang disebabkan bukan karena penyebab alam atau karena di luar kemampuan manusia, pada dasarnya oleh karena ketidakmampuan atau kelalaian pelaksana di dalam melaksanakan pembangunan HTI. Jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak terbitnya Hak Pengusahaan HTI dipandang telah cukup untuk menilai kemampuan perusahaan.
Angka 6
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini, maka pembangunan HTI dengan sistim Perjanjian Kerja dan sistim swakelola perlu disesuaikan dengan jiwa Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas


[tulis] » komentar « [baca]