Bagian Kelima
Tindak Lanjut Hasil Pembinaan dan Pengawasan
(1)Kepala daerah, wakil kepala daerah, dan kepala Perangkat Daerah wajib melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan dan pengawasan.
(2)Untuk membantu kepala daerah dalam melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan dan pengawasan, wakil kepala daerah mengoordinasikan pelaksanaan tindak lanjut hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Dalam mengoordinasikan pelaksanaan tindak lanjut hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wakil kepala daerah dibantu oleh inspektorat.
(4)Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), untuk hasil pembinaan dan pengawasan yang terkait dengan tuntutan perbendaharaan dan/atau tuntutan ganti rugi wajib dilakukan proses tuntutan perbendaharaan dan/atau tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), untuk hasil pembinaan dan pengawasan yang tidak terkait dengan tuntutan perbendaharaan dan/atau tuntutan ganti rugi dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah hasil pembinaan dan pengawasan diterima.
(6)Selama masa tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), hasil pembinaan dan pengawasan tidak dapat dipidanakan kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28(1)APIP wajib memantau dan melakukan pemutakhiran data tindak lanjut hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(2)Pelaksanaan pemutakhiran data tindak lanjut hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
(3)Hasil pemutakhiran data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.
Bagian Keenam
Evaluasi
Pasal 29(1)Menteri, menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait, dan kepala daerah melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(2)Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PENGHARGAAN DAN FASILITASI KHUSUS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 30Selain bentuk pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), pembinaan juga dapat berupa pemberian penghargaan dan fasilitasi khusus.
Bagian Kedua
Penghargaan
Pasal 31(1)Presiden memberikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah yang mencapai peringkat kinerja tertinggi secara nasional dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(2)Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap indeks dan peringkat kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(3)Indeks dan peringkat kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun setiap tahun oleh Menteri.
(4)Pemberian penghargaan kepada Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Fasilitasi Khusus
Pasal 32(1)Jika hasil evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah membuktikan daerah berkinerja rendah:
a.Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan pembinaan secara berkoordinasi terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah provinsi; dan
b.gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
(2)Jika pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan dan daerah tidak menunjukkan perbaikan kinerja serta penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu yang telah dibina tersebut tidak berpotensi merugikan kepentingan umum secara meluas atau tidak berpotensi merugikan sebagian besar masyarakat di daerah yang bersangkutan:
a.Menteri melakukan fasilitasi khusus terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi, setelah berkoordinasi dengan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait; atau
b.gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan fasilitasi khusus terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota, setelah meminta pertimbangan Menteri.
(3)Fasilitasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk perbaikan atau penyempurnaan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, berupa:
a.keterlibatan secara langsung dalam perumusan dan pengarahan pelaksanaan kebijakan;
b.advokasi dan pengkajian urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah;
c.analisis kemungkinan dampak urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah;
d.pilihan tindakan pengurangan risiko urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah;
e.alokasi aparatur sipil negara yang tersedia untuk melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah; dan
f.bentuk fasilitasi khusus lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33(1)Dalam hal daerah yang sudah dibina dan dilakukan fasilitasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tetap tidak menunjukkan perbaikan kinerja dan berpotensi merugikan kepentingan umum secara meluas atau berpotensi merugikan sebagian besar masyarakat di daerah yang bersangkutan, Menteri melakukan pengambilalihan pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota, setelah berkoordinasi dengan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(2)Pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang bersangkutan.
(3)Pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.pengkajian secara cepat dan tepat terhadap kewenangan daerah yang diambil alih;
b.pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang terkena dampak;
c.pemenuhan dengan segera terhadap prasarana dan sarana;
d.pemulihan dengan segera pelayanan dan/atau penyelenggaraan urusan pada masyarakat yang terkena dampak; dan
e.bentuk pelaksanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34(1)Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan evaluasi secara berkala terhadap kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih.
(2)Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Menteri kepada Presiden.
(4)Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal Presiden menetapkan Pemerintah Daerah dinyatakan mampu melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih, Menteri menyerahkan kembali pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu kepada Pemerintah Daerah.
(5)Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal Presiden menetapkan Pemerintah Daerah dinyatakan belum mampu melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih, Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait tetap melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih sampai dengan Pemerintah Daerah dinyatakan mampu melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih.
Pasal 35(1)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara fasilitasi khusus dan tata cara pengambilalihan pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Menteri.
(2)Penyusunan Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36(1)Kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota DPRD, dan daerah yang melakukan pelanggaran administratif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dijatuhi sanksi administratif.
(2)Pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tidak melaksanakan program strategis nasional;
b.kepala daerah tidak menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam waktu 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir kepada:
1.Presiden melalui Menteri, untuk daerah provinsi; atau
2.Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk daerah kabupaten/kota.
c.kepala daerah tidak menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD dalam waktu 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir;
d.kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun;
e.kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri;
f.kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu 1 (satu) bulan tanpa izin dari Menteri untuk gubernur dan wakil gubernur serta tanpa izin dari gubernur untuk bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota, kecuali jika dilakukan untuk kepentingan pengobatan yang bersifat mendesak;
g.kepala daerah tidak menyampaikan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah kepada Menteri/gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan;
h.kepala daerah dan anggota DPRD serta daerah masih memberlakukan peraturan daerah yang telah dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat;
i.daerah masih memberlakukan peraturan daerah mengenai pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dibatalkan oleh Menteri atau dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat;
j.kepala daerah tidak menyebarluaskan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang telah diundangkan;
k.kepala daerah dan anggota DPRD tidak menetapkan peraturan daerah tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah dan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
l.kepala daerah tidak menetapkan peraturan kepala daerah tentang rencana kerja Pemerintah Daerah;
m.kepala daerah melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-undang;
n.kepala daerah tidak mengajukan rancangan peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada DPRD sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
o.kepala daerah dan anggota DPRD tidak menyetujui bersama rancangan peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun;
p.kepala daerah tidak mengumumkan informasi tentang pelayanan publik kepada masyarakat melalui media dan tempat yang dapat diakses oleh masyarakat luas;
q.kepala daerah tidak memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
r.kepala daerah tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat atas:
1.penyelenggara Pemerintahan Daerah yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan publik; dan
2.pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan publik;
s.kepala daerah tidak mengumumkan informasi pembangunan daerah dan informasi keuangan daerah kepada masyarakat serta tidak menyampaikan informasi keuangan daerah kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37(1)Kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota DPRD, dan daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dijatuhi sanksi administratif oleh Presiden, Menteri, dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya setelah dilakukan verifikasi dan/atau pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran dimaksud.
(2)Data, informasi, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
a.informasi tertulis dari kepala daerah dan pimpinan DPRD;
b.informasi tertulis dari pimpinan lembaga negara;
c.laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
d.laporan hasil pembinaan dan pengawasan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian;
e.
laporan atau pengaduan masyarakat; dan/atau
f.bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Sanksi administratif yang dijatuhkan merupakan tindak lanjut hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan sebagai bagian dari Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(4)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.
teguran tertulis;
b.tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 (tiga) bulan;
c.tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan;
d.
penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah;
e.
pengambilalihan kewenangan perizinan;
f.penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil;
g.mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan;
h.pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan; dan/atau
i.
pemberhentian.
Bagian Kedua
Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif
Pasal 38(1)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a dijatuhi sanksi administratif secara bertahap berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
teguran tertulis kedua;
c.pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan; dan/atau
d.
pemberhentian.
(2)Sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota.
(3)Penjatuhan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan atas hasil verifikasi secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran.
(4)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang dijatuhi sanksi teguran tertulis wajib menindaklanjuti sanksi yang dijatuhkan.
(5)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tetap tidak menjalankan program strategis nasional setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis kedua.
(6)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) didasarkan atas hasil verifikasi secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(7)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang dijatuhi sanksi teguran tertulis kedua wajib menindaklanjuti sanksi yang dijatuhkan.
(8)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tetap tidak menjalankan program strategis nasional setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis kedua dijatuhi sanksi berupa pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan.
(9)Sanksi pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dijatuhkan oleh Presiden kepada gubernur dan/atau wakil gubernur atas usulan Menteri serta oleh Menteri kepada bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota.
(10)Usulan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditindaklanjuti paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak usulan diterima.
(11)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7).
(12)Selama diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8), kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tidak mendapatkan hak protokoler serta hanya diberikan hak keuangan berupa gaji pokok, tunjangan anak, dan tunjangan istri/suami.
(13)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tetap tidak menjalankan program strategis nasional setelah selesai menjalani pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan dijatuhi sanksi berupa pemberhentian.
(14)Sanksi pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dijatuhkan oleh Presiden kepada gubernur dan/atau wakil gubernur atas usulan Menteri serta oleh Menteri kepada bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota.
(15)Usulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (14) ditindaklanjuti paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak usulan diterima.
(16)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(17)Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.
(18)Proses administratif dan verifikasi penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (5) serta proses administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (13) dilakukan oleh:
a.inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Presiden atau Menteri; dan
b.perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(19)Pemeriksaan oleh APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (17) dilakukan dengan ketentuan:
a.APIP Kementerian melakukan pemeriksaan terhadap gubernur dan/atau wakil gubernur dan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada Menteri;
b.perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pemeriksaan terhadap bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota dan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat; dan
c.pemeriksaan dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja.
(20)APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (19) berwenang:
a.melakukan klarifikasi dan validasi terhadap laporan atau pengaduan;
b.mengumpulkan fakta, data, dan/atau keterangan yang diperlukan;
c.memeriksa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diduga melakukan pelanggaran administratif serta pihak terkait lainnya;
d.meminta keterangan lebih lanjut dari pihak yang melaporkan atau mengadukan; dan
e.memberikan rekomendasi terkait tindak lanjut hasil pemeriksaan.
(21)Dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (20) huruf e, APIP dapat berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan dapat dibantu oleh pakar atau tenaga ahli sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Pasal 39(1)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf f, huruf j, huruf p, dan huruf s dijatuhi sanksi administratif secara bertahap berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
teguran tertulis kedua; dan/atau
c.mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan.
(2)Sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam:
a.Pasal 36 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf j, huruf p, dan huruf s dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota; dan
b.Pasal 36 ayat (2) huruf f dijatuhkan oleh Presiden kepada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri kepada bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wali kota.
(3)Sanksi mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam:
a.Pasal 36 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf j, huruf p, dan huruf s dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota; dan
b.Pasal 36 ayat (2) huruf f dijatuhkan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
(4)Ketentuan mengenai verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) sampai dengan ayat (7) berlaku secara mutatis mutandis terhadap verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.
(5)Kepala daerah yang tetap melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf f, huruf j, huruf p, dan huruf s setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis kedua dijatuhi sanksi berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan.
(6)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi teguran tertulis kedua.
(7)Wakil kepala daerah yang tetap melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf f setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis kedua dijatuhi sanksi berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan.
(8)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi teguran tertulis kedua.
(9)Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.
(10)Proses administratif dan verifikasi penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta proses administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) dilakukan oleh:
a.inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Presiden atau Menteri; dan
b.perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(11)Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9).
(12)Program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) dilaksanakan dalam bentuk:
a.orientasi pendalaman bidang tugas terhadap kegiatan yang sejenis;
b.pembelajaran dari keberhasilan bidang yang sama di tempat lain; dan/atau
c.melaksanakan kegiatan program pembinaan khusus lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(13)Program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan dilaksanakan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan.
(14)Selama kepala daerah mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (12), tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
(15)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan tetap diberikan hak keuangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(16)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 40(1)Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf d dan huruf e dijatuhi sanksi administratif berupa pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan.
(2)Sanksi pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh Presiden kepada gubernur dan/atau wakil gubernur atas usulan Menteri serta oleh Menteri kepada bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota.
(3)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran.
(4)Menteri menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)Proses administratif penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh inspektorat jenderal Kementerian.
(6)Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 41(1)Kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf g dijatuhi sanksi administratif berupa teguran tertulis.
(2)Sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota.
(3)Ketentuan mengenai verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) dan ayat (4) berlaku secara mutatis mutandis terhadap verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 42(1)Kepala daerah dan/atau anggota DPRD yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf h, huruf k, dan huruf l dijatuhi sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 (tiga) bulan.
(2)Hak keuangan yang tidak dibayarkan selama 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak keuangan kepala daerah dan anggota DPRD.
(3)Sanksi tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota dan/atau anggota DPRD kabupaten/kota.
(4)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran.
(5)Khusus untuk pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf h, selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi sanksi berupa penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah kepada daerah.
(6)Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.
(7)Proses administratif penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dilakukan oleh:
a.inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Menteri; dan
b.perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(8)Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9)Hasil pelaksanaan terhadap penjatuhan sanksi tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan oleh:
a.sekretaris daerah provinsi kepada Menteri melalui inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi; dan
b.sekretaris daerah kabupaten/kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melalui perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan kepada bupati/wali kota dan/atau anggota DPRD kabupaten/kota.
(10)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) tidak diterapkan pada saat kepala daerah dan/atau anggota DPRD yang dijatuhi sanksi masih mengajukan keberatan kepada Presiden untuk peraturan daerah provinsi dan kepada Menteri untuk peraturan daerah kabupaten/kota.
Pasal 43(1)Daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf i dijatuhi sanksi administratif berupa penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil.
(2)Sanksi penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk daerah provinsi serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk daerah kabupaten/kota setelah dilakukan pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(3)Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.
(4)Proses administratif penetapan sanksi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh inspektorat jenderal Kementerian.
(5)Proses administratif penetapan sanksi oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(6)Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(7)Penetapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan masing-masing disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan disertai dengan permintaan untuk melaksanakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44(1)Kepala daerah dan/atau anggota DPRD yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf m, huruf n, dan huruf o dijatuhi sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan.
(2)Hak keuangan yang tidak dibayarkan selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak keuangan kepala daerah dan serta anggota DPRD.
(3)Sanksi tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota dan/atau anggota DPRD kabupaten/kota.
(4)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran.
(5)Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.
(6)Proses administratif penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:
a.inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Menteri; dan
b.perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(7)Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(8)Hasil pelaksanaan terhadap penjatuhan sanksi tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan oleh:
a.sekretaris daerah provinsi kepada Menteri melalui inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi; dan
b.sekretaris daerah kabupaten/kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melalui perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan kepada bupati/wali kota dan/atau anggota DPRD kabupaten/kota.
(9)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dijatuhkan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah disebabkan oleh kepala daerah terlambat menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada DPRD dari jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45(1)Kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf q dijatuhi sanksi administratif secara bertahap berupa:
a.teguran tertulis;
b.teguran tertulis kedua; dan/atau
c.pengambilalihan kewenangan perizinan.
(2)Sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota.
(3)Sanksi pengambilalihan kewenangan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota.
(4)Ketentuan mengenai verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) sampai dengan ayat (7) berlaku secara mutatis mutandis terhadap verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.
(5)Kepala daerah yang tetap tidak memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis kedua dijatuhi sanksi berupa pengambilalihan kewenangan perizinan.
(6)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran.
(7)Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.
(8)Proses administratif dan verifikasi penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta proses administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:
a.inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Menteri; dan
b.perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(9)Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(10)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilalihan kewenangan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 46(1)Kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf r dijatuhi sanksi administratif berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan.
(2)Sanksi berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota.
(3)Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran dimaksud.
(4)Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.
(5)Proses administratif penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
a.inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Menteri; dan
b.perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(6)Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7)Ketentuan mengenai program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (12) sampai dengan ayat (15) berlaku secara mutatis mutandis terhadap program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan dalam penjatuhan sanksi atas pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 47Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya tidak menjatuhkan sanksi administratif, penjatuhan sanksi administratif diambil alih oleh Menteri.
Pasal 48(1)Ketentuan mengenai tata cara penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 47 berlaku secara mutatis mutandis terhadap tata cara penjatuhan sanksi kepada wakil kepala daerah yang melaksanakan tugas sebagai kepala daerah.
(2)Dalam hal pejabat yang ditunjuk melaksanakan tugas kepala daerah berasal dari pegawai negeri sipil melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) diberhentikan secara langsung dari jabatan pelaksana tugas kepala daerah dan dikembalikan ke unit kerja asalnya.
BAB VII
PENDANAAN
Pasal 49Pendanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat bersumber dari anggaran dan pendapatan belanja negara dan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah bersumber dari anggaran dan pendapatan belanja daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50Dalam hal perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat belum terbentuk, Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di kabupaten/kota dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi yang mempunyai tugas membantu kepala daerah membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1.Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah wajib mendasarkan pengaturannya pada Peraturan Pemerintah ini.
2.Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini.
3.Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penjatuhan sanksi administratif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota DPRD, dan daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini.
4.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 52Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2017
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 April 2017
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY