a.menetapkan jenis dan kriteria aset dan kewajiban Bank Sistemik yang dialihkan;
b.mengalihkan kewajiban Bank Sistemik sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Bank penerima atau Bank Perantara yang diikuti dengan pengalihan sebagian atau seluruh aset Bank Sistemik tanpa persetujuan kreditur, debitur, dan/atau pihak lain;
c.melakukan pembayaran kepada Bank penerima atau Bank Perantara atas selisih kurang antara nilai aset dan nilai kewajiban Bank Sistemik yang dialihkan; dan
d.melakukan wewenang lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
(1)Dana untuk menangani permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 bersumber dari kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan.
(2)Untuk menangani permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Penjamin Simpanan:
a.menjual Surat Berharga Negara yang dimilikinya melalui pasar, kepada Bank Indonesia dan/atau pihak lain; dan/atau
b.
memperoleh pinjaman dari pihak lain.
(3)Penjualan Surat Berharga Negara oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diputuskan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(4)Berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia membeli Surat Berharga Negara.
Pasal 28(1)Selisih kurang antara dana hasil penjualan Bank Perantara ditambah hasil likuidasi Bank Sistemik yang telah ditangani permasalahannya dan dana yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan permasalahan Bank Sistemik, merupakan biaya penanganan permasalahan Bank Sistemik bagi Lembaga Penjamin Simpanan dan bukan merupakan kerugian keuangan negara.
(2)Selisih lebih antara dana hasil penjualan Bank Perantara ditambah hasil likuidasi Bank Sistemik yang telah ditangani permasalahannya dan dana yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan permasalahan Bank Sistemik, merupakan penambah kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 29Lembaga Penjamin Simpanan menyampaikan laporan mengenai perkembangan penanganan Bank Sistemik kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan 1 (satu) kali setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Bagian Kelima
Penanganan Permasalahan Bank selain Bank Sistemik
Pasal 30Ketentuan mengenai pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Bank selain Bank Sistemik.
Pasal 31(1)Penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank selain Bank Sistemik yang diserahkan Otoritas Jasa Keuangan kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
(2)Ketentuan mengenai penyelesaian permasalahan solvabilitas Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan.
BAB IV
PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 32(1)Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat meminta penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan kepada koordinator Komite Stabilitas Sistem Keuangan jika protokol manajemen krisis yang dimilikinya mengindikasikan adanya permasalahan pada bidang yang menjadi tanggung jawab setiap anggota yang dapat memengaruhi Stabilitas Sistem Keuangan.
(2)Permintaan penyelenggaraan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan hasil penilaian protokol manajemen krisis anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang bersangkutan yang mengindikasikan adanya permasalahan pada bidang yang menjadi tanggung jawabnya.
(3)Dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan memberikan informasi mengenai hasil penilaian protokol manajemen krisis yang memengaruhi Stabilitas Sistem Keuangan di bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4)Penilaian mengenai status Stabilitas Sistem Keuangan didasarkan pada data, informasi, kerangka penilaian kondisi Stabilitas Sistem Keuangan, dan pertimbangan dari seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, termasuk pertimbangan profesional setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(5)Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyepakati status Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi:
a.normal; atau
b.Krisis Sistem Keuangan.
(6)Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi normal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, penanganan permasalahan Sistem Keuangan dilakukan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing.
(7)Dalam hal rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden untuk memutuskan perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan dari kondisi normal menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan.
(8)Penyampaian rekomendasi kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disertai dengan langkah penanganan kondisi Krisis Sistem Keuangan yang mencakup bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(9)Presiden memutuskan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam status Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi Krisis Sistem Keuangan sesuai dengan rekomendasi atau menolak rekomendasi status Stabilitas Sistem Keuangan yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Pasal 33Dalam hal Presiden menolak rekomendasi status Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9), penanganan permasalahan Sistem Keuangan dilakukan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing.
Pasal 34Dalam hal Presiden memutuskan Stabilitas Sistem Keuangan dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9), Presiden dapat menerima sebagian atau seluruh rekomendasi langkah penanganan yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (8).
Pasal 35Selain langkah penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Komite Stabilitas Sistem Keuangan dapat mengusulkan kepada Presiden untuk memutuskan perubahan besaran nilai simpanan nasabah penyimpan pada Bank yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 36(1)Dalam hal Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai terjadi perubahan Stabilitas Sistem Keuangan dari kondisi Krisis Sistem Keuangan menjadi kondisi normal, Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden untuk memutuskan perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan.
(2)Presiden memutuskan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam status Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi normal sesuai dengan rekomendasi atau menolak rekomendasi perubahan status Stabilitas Sistem Keuangan menjadi kondisi normal yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Bagian Kedua
Penanganan Permasalahan Bank
Pasal 37(1)Ketentuan mengenai penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 29 berlaku juga untuk penanganan permasalahan Bank Sistemik dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan.
(2)Ketentuan mengenai penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, serta ketentuan mengenai penjualan Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a, ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga untuk penanganan permasalahan Bank selain Bank Sistemik dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan.
Bagian Ketiga
Restrukturisasi Perbankan dalam Krisis Sistem Keuangan
Pasal 38(1)Dalam kondisi Krisis Sistem Keuangan dan terjadi permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Komite Stabilitas Sistem Keuangan merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan.
(2)Rekomendasi penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari rekomendasi yang disampaikan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (8).
(3)Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 39(1)Dana penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan berasal dari:
a.pemegang saham Bank atau pihak lain berupa tambahan modal dan/atau perubahan utang tertentu menjadi modal;
b.hasil pengelolaan aset dan kewajiban yang berasal dari aset dan kewajiban Bank yang ditangani;
c.
kontribusi industri perbankan; dan/atau
d.pinjaman yang diperoleh Lembaga Penjamin Simpanan dari pihak lain.
(2)Kontribusi industri perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan bagian dari premi penjaminan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
(3)Penetapan kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum Program Restrukturisasi Perbankan diselenggarakan.
(4)Ketentuan mengenai besaran bagian premi untuk pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 40(1)Lembaga Penjamin Simpanan bertanggung jawab atas pengelolaan serta penatausahaan aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan.
(2)Lembaga Penjamin Simpanan memisahkan pencatatan aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan dari aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari pelaksanaan fungsi dan tugas Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
(3)Ketentuan mengenai pengelolaan, penatausahaan, serta pencatatan aset dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 41(1)Dalam pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Lembaga Penjamin Simpanan berwenang:
a.mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang organ yang setara dengan pemegang saham dan rapat umum pemegang saham Bank;
b.mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang direksi dan dewan komisaris Bank atau organ lain yang setara;
c.menangguhkan pembayaran kewajiban tertentu dari Bank;
d.menjual, melelang, atau mengalihkan kekayaan Bank di dalam negeri maupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum;
e.menjual, melelang atau mengalihkan tagihan Bank dan/atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan nasabah debitur;
f.mengalihkan pengelolaan seluruh atau sebagian kekayaan, kegiatan, dan/atau manajemen Bank kepada pihak lain;
g.melakukan penyertaan modal sementara pada Bank secara langsung atau melalui konversi tagihan Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Bank menjadi saham Bank;
h.melakukan konversi kewajiban Bank kepada kreditur tertentu menjadi modal;
i.menagih piutang Bank yang sudah pasti dengan penerbitan surat paksa;
j.melakukan pengosongan atas tanah dan/atau bangunan milik atau yang menjadi hak Bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang;
k.meneliti dan memeriksa untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai Bank, dan pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan Bank;
l.menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami Bank dan membebankan kerugian tersebut kepada modal Bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian anggota direksi, anggota dewan komisaris atau organ yang setara, dan/atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan;
m.mewajibkan pemegang saham Bank untuk menambah modal sesuai dengan jumlah tambahan modal yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan;
n.membekukan aset milik pengurus Bank, pemegang saham Bank, dan/atau pihak terafiliasinya yang terindikasi melakukan tindakan yang merugikan Bank, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri;
o.mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank kepada Bank penerima atau Bank Perantara;
p.menjual Bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
q.
menjamin pinjaman tertentu dari Bank;
r.
memberi pinjaman kepada Bank; dan
s.melakukan tugas lain yang ditetapkan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(2)Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjalankan Program Restrukturisasi Perbankan, Lembaga Penjamin Simpanan dapat menggunakan seluruh wewenang terkait dengan penanganan Bank sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 42Ketentuan mengenai pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank kepada Bank penerima atau Bank Perantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 26 berlaku secara mutatis mutandis bagi pelaksanaan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf o.
Pasal 43Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan memberikan dukungan kepada Lembaga Penjamin Simpanan dalam pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan.
Pasal 44Lembaga Penjamin Simpanan melaporkan pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan kepada Presiden melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan 1 (satu) kali setiap 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Pasal 45(1)Dalam hal Komite Stabilitas Sistem Keuangan menilai permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional telah teratasi, Komite Stabilitas Sistem Keuangan merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan pengakhiran Program Restrukturisasi Perbankan.
(2)Presiden memutuskan untuk mengakhiri Program Restrukturisasi Perbankan sesuai dengan rekomendasi atau menolak rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk mengakhiri Program Restrukturisasi Perbankan.
Pasal 46(1)Dalam hal Presiden memutuskan untuk mengakhiri Program Restrukturisasi Perbankan, aset dan kewajiban yang masih tersisa dari Program Restrukturisasi Perbankan tetap menjadi aset dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan.
(2)Pencatatan aset dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari pencatatan aset dan kewajiban yang diperoleh atau yang berasal dari pelaksanaan fungsi dan tugas Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan Undang-Undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
(3)Dalam hal terdapat selisih lebih antara aset dan kewajiban yang tersisa dari Program Restrukturisasi Perbankan, selisih lebih tersebut menambah kekayaan Lembaga Penjamin Simpanan yang berasal dari kontribusi industri perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c.
(4)Dalam hal terdapat selisih kurang antara aset dan kewajiban yang tersisa dari Program Restrukturisasi Perbankan, selisih kurang tersebut tidak diperhitungkan dalam modal Lembaga Penjamin Simpanan dan ditutup dengan kontribusi industri perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c yang diterima Lembaga Penjamin Simpanan.
(5)Untuk menyelesaikan aset dan kewajiban yang masih tersisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Penjamin Simpanan memiliki wewenang untuk menghapus buku dan menghapus tagih aset.
(6)Penghapusbukuan dan penghapustagihan aset yang masih tersisa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikecualikan dari ketentuan penghapusan aset negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perbendaharaan negara.
(7)Ketentuan mengenai tata cara penghapusbukuan dan penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47Setiap orang yang melanggar ketentuan mengenai kerahasiaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48(1)Kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang berdasarkan Undang-Undang ini.
(2)Dalam hal anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang ini menghadapi tuntutan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Komite Stabilitas Sistem Keuangan maka yang bersangkutan mendapat bantuan hukum dari lembaga yang diwakilinya atau yang menugaskannya.
Pasal 49Keputusan yang ditetapkan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan/atau pelaksanaan dari keputusan tersebut oleh setiap anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan Undang-Undang ini adalah sah dan mengikat setiap pihak.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) dinyatakan tetap sah dan mengikat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini atau tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.
Pasal 51Tugas dan wewenang sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, termasuk pengelolaan dokumen, dilaksanakan oleh sekretariat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan sampai dengan terbentuknya sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 52Penetapan Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53(1)Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
Pasal 37A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
b.
Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5) serta
Pasal 55 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); dan
c.
Pasal 1 angka 25,
Pasal 44 ,
Pasal 45 ,
Pasal 46 , dan
Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Komite Koordinasi sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4963) beralih menjadi Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
(3)Fungsi, tugas, dan wewenang Komite Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang diatur berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 54Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 55Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 April 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 April 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY