b.memperoleh perlindungan hukum sepanjang telah memberikan jasa sesuai dengan SPAP; dan
c.memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pemberian jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
(1)KAP atau cabang KAP wajib:
a.mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang tenaga kerja profesional pemeriksa di bidang akuntansi;
b.mempunyai kantor atau tempat untuk menjalankan usaha;
c.memiliki dan menjalankan sistem pengendalian mutu; dan
d.memasang nama lengkap kantor pada bagian depan kantor.
(2)KAP yang mempunyai Rekan warga negara asing dan/atau mempekerjakan warga negara asing wajib menugaskan Rekan dan/atau pegawai dimaksud untuk menyusun dan menjalankan program pengembangan profesi akuntan publik dan/atau dunia pendidikan akuntansi secara cuma-cuma.
(3)KAP wajib menyampaikan secara lengkap dan benar paling lambat pada setiap akhir bulan April kepada Menteri:
a.laporan kegiatan usaha dan laporan keuangan untuk tahun takwim sebelumnya; dan
b.laporan program dan realisasi tahunan program pengembangan profesi akuntan publik dan/atau dunia pendidikan akuntansi bagi KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)KAP wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri:
a.
perubahan susunan Rekan;
b.perubahan pemimpin KAP dan/atau pemimpin cabang KAP;
c.perubahan domisili pemimpin KAP dan/atau pemimpin cabang KAP;
d.
perubahan alamat KAP;
e.
berakhirnya kerja sama dengan KAPA atau OAA;
f.pencabutan izin KAPA yang melakukan kerja sama dengan KAP oleh otoritas negara asal KAPA; atau
g.pembubaran OAA yang melakukan kerja sama dengan KAP.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 28(1)Dalam memberikan jasa asurans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Akuntan Publik dan KAP wajib menjaga independensi serta bebas dari benturan kepentingan.
(2)Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain, apabila:
a.Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi mempunyai kepentingan keuangan atau memiliki kendali yang signifikan pada klien atau memperoleh manfaat ekonomis dari klien;
b.Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi memiliki hubungan kekeluargaan dengan pimpinan, direksi, pengurus, atau orang yang menduduki posisi kunci di bidang keuangan dan/atau akuntansi pada klien; dan/atau
c.Akuntan Publik memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam periode yang sama atau untuk tahun buku yang sama.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkonsultasi dengan Komite Profesi Akuntan Publik.
Pasal 29(1)Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari klien.
(2)Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila digunakan untuk kepentingan pengawasan oleh Menteri.
(3)Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Larangan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
Pasal 30(1)Akuntan Publik dilarang:
a.memiliki atau menjadi Rekan pada lebih dari 1 (satu) KAP;
b.
merangkap sebagai:
1.
pejabat negara;
2.pimpinan atau pegawai pada lembaga pemerintahan, lembaga negara, atau lembaga lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan; atau
3.jabatan lain yang mengakibatkan benturan kepentingan;
c.memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), untuk jenis jasa pada periode yang sama yang telah dilaksanakan oleh Akuntan Publik lain, kecuali untuk melaksanakan ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya;
d.memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) dalam masa pembekuan izin;
e.memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) melalui KAP yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin;
f.memberikan jasa selain jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) melalui KAP;
g.melakukan tindakan yang mengakibatkan kertas kerja dan/atau dokumen lain yang berkaitan dengan pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya;
h.
menerima imbalan jasa bersyarat;
i.
menerima atau memberikan komisi; atau
j.melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.
(2)Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan bagi Akuntan Publik yang merangkap sebagai pimpinan atau pegawai pada lembaga pendidikan bidang akuntansi dan lembaga yang dibentuk dengan undang-undang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk kepentingan profesi di bidang akuntansi.
Pasal 31(1)KAP dilarang:
a.melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA yang telah melakukan kerja sama dengan KAP lain;
b.mencantumkan nama KAPA atau OAA yang status terdaftar KAPA atau OAA tersebut pada Menteri dibekukan atau dibatalkan;
c.memiliki Rekan non-Akuntan Publik yang tidak terdaftar pada Menteri;
d.membuka kantor dalam bentuk lain, kecuali bentuk kantor cabang; dan
e.
membuat iklan yang menyesatkan.
(2)Akuntan Publik dan/atau KAP dilarang mempekerjakan atau menggunakan jasa Pihak Terasosiasi yang tercantum pada daftar orang tercela dalam pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3).
BAB VI
PENGGUNAAN NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Pasal 32(1)KAP yang berbentuk usaha perseorangan harus menggunakan nama dari Akuntan Publik yang mendirikan dan mengelola KAP tersebut.
(2)KAP yang berbentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d, harus menggunakan nama salah seorang atau beberapa Akuntan Publik yang merupakan Rekan pada KAP tersebut.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan nama diatur dalam Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
BAB VII
KERJA SAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Kerja Sama Antar-Kantor Akuntan Publik
Pasal 33(1)KAP dapat melakukan kerja sama dengan KAP lainnya untuk membentuk suatu jaringan yang disebut OAI.
(2)Pembentukan OAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta pendirian yang dibuat oleh dan di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia yang paling sedikit memuat:
a.tujuan OAI yang mencakup pengembangan metodologi jasa asurans dan sistem pengendalian mutu;
b.
hak dan kewajiban KAP yang menjadi anggota OAI;
c.program pendidikan dan pelatihan bagi anggota OAI; dan
d.
pendirian OAI bersifat berkelanjutan.
(3)OAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Menteri dengan mengajukan permohonan tertulis dan melampirkan Akta Pendirian dengan mencantumkan nama KAP yang menjadi anggota.
(4)Menteri membatalkan status terdaftar OAI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila OAI bubar.
(5)Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran dan pembatalan status terdaftar OAI diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 34(1)KAP yang merupakan anggota OAI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dapat mencantumkan nama OAI bersama-sama dengan nama KAP.
(2)KAP yang merupakan anggota OAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan jasa secara bersama-sama.
(3)KAP dilarang mencantumkan lebih dari 1 (satu) nama OAI.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencantuman nama OAI diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Kerja Sama Kantor Akuntan Publik dengan
Kantor Akuntan Publik Asing atau Organisasi Audit Asing
Pasal 35(1)KAP dapat melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA.
(2)KAP yang melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencantumkan nama KAPA atau OAA bersama-sama dengan nama KAP setelah mendapat persetujuan Menteri.
(3)Kerja sama antara KAP dengan KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam perjanjian kerja sama yang dibuat oleh dan di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia yang paling sedikit memuat:
a.bidang jasa audit atas informasi keuangan historis;
b.penggunaan metodologi yang disepakati bersama antara KAPA atau OAA dengan KAP;
c.bagian tanggung jawab perdata KAPA atau OAA; dan
d.
kerja sama bersifat berkelanjutan.
(4)Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah KAP mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan syarat:
a.
KAPA atau OAA telah terdaftar pada Menteri; dan
b.KAPA atau OAA tidak sedang melakukan kerja sama dengan KAP lain.
(5)Pencantuman nama oleh KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan 1 (satu) nama KAPA atau OAA.
(6)KAPA atau OAA yang namanya sudah dicantumkan oleh KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat digunakan lagi oleh KAP lain.
Pasal 36(1)Menteri mencabut persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA apabila:
a.kerja sama antara KAP dengan KAPA atau OAA berakhir;
b.
status terdaftar KAPA atau OAA dibekukan; atau
c.
status terdaftar KAPA atau OAA dibatalkan.
(2)Dalam hal persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA dicabut karena status terdaftar KAPA atau OAA pada Menteri dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, KAP dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.
Pasal 37Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencantuman nama KAPA atau OAA, perjanjian kerja sama, persetujuan pencantuman nama, pengajuan permohonan, dan persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pendaftaran, Pembekuan, dan Pembatalan Status Terdaftar
Kantor Akuntan Publik Asing atau Organisasi Audit Asing
Pasal 38(1)KAPA yang namanya akan dicantumkan dengan nama KAP harus mengajukan permohonan pendaftaran kepada Menteri dengan syarat sebagai berikut:
a.mempunyai izin usaha yang masih berlaku dari negara asal KAPA;
b.tidak sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin dari negara asal KAPA; dan
c.telah menjalani reviu mutu yang dilakukan oleh regulator dan/atau asosiasi profesi negara asal KAPA.
(2)OAA yang namanya akan dicantumkan dengan nama KAP harus mengajukan permohonan pendaftaran kepada Menteri dengan syarat sebagai berikut:
a.memiliki kompetensi dalam bidang asurans;
b.terdaftar di suatu negara;
c.mempunyai anggota KAPA;
d.mempunyai program pelatihan; dan
e.mempunyai standar reviu mutu.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 39(1)Menteri membekukan status terdaftar KAPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) apabila:
a.izin usaha KAPA yang bersangkutan dibekukan di negara asal KAPA; atau
b.KAP yang bekerja sama dengan KAPA dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin.
(2)Menteri membekukan status terdaftar OAA apabila KAP yang bekerja sama dengan OAA dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin.
Pasal 40(1)Menteri membatalkan status terdaftar KAPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) apabila:
a.kerja sama yang dilaksanakan tidak mencakup bidang jasa audit atas informasi keuangan historis;
b.KAPA tidak melaksanakan kerja sama secara berkelanjutan;
c.izin usaha KAPA yang bersangkutan dicabut di negara asal KAPA;
d.KAP yang bekerja sama dengan KAPA dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin; atau
e.
KAPA melakukan kerja sama dengan KAP lain.
(2)Menteri membatalkan status terdaftar OAA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dalam hal:
a.kerja sama yang dilaksanakan tidak mencakup bidang jasa audit atas informasi keuangan historis;
b.OAA tidak melaksanakan kerja sama secara berkelanjutan;
c.
OAA bubar;
d.KAP yang bekerja sama dengan OAA dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin; atau
e.
OAA melakukan kerja sama dengan KAP lain.
(3)KAPA atau OAA yang status terdaftarnya pada Menteri dibatalkan tidak dapat mengajukan kembali permohonan pendaftaran.
BAB VIII
BIAYA PERIZINAN
Pasal 41(1)Biaya dikenakan untuk:
a.
memperoleh izin Akuntan Publik;
b.
memperpanjang izin Akuntan Publik;
c.
memperoleh izin usaha KAP;
d.
memperoleh izin pendirian cabang KAP;
e.memperoleh persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA bersama-sama dengan KAP; dan
f.memperoleh persetujuan pendaftaran KAPA atau OAA.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42Penerimaan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
BAB IX
ASOSIASI PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Pasal 43(1)Akuntan Publik berhimpun dalam wadah Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
(2)Menteri menetapkan hanya 1 (satu) Asosiasi Profesi Akuntan Publik untuk menjalankan kewenangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(3)Asosiasi Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.berbentuk badan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.mempunyai anggota paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh Akuntan Publik;
c.memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
d.mempunyai susunan pengurus yang telah disahkan oleh rapat anggota;
e.memiliki program mengenai pelatihan profesional berkelanjutan;
f.
memiliki kode etik organisasi; dan
g.memiliki program reviu mutu bagi Akuntan Publik yang menjadi anggotanya.
(4)Asosiasi Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 44(1)
Asosiasi Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) berwenang:
a.
menyusun dan menetapkan SPAP;
b.
menyelenggarakan ujian profesi akuntan publik;
c.menyelenggarakan pendidikan profesional berkelanjutan; dan
d.
melakukan reviu mutu bagi anggotanya.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan SPAP, penyelenggaraan ujian profesi akuntan publik, dan pendidikan profesional berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB X
KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Pasal 45(1)Menteri membentuk Komite Profesi Akuntan Publik.
(2)Keanggotaan Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 13 (tiga belas) orang yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a.Kementerian Keuangan;
b.Asosiasi Profesi Akuntan Publik;
c.Asosiasi Profesi Akuntan;
d.Badan Pemeriksa Keuangan;
e.otoritas pasar modal;
f.otoritas perbankan;
g.akademisi akuntansi;
h.pengguna jasa akuntan publik;
i.Kementerian Pendidikan Nasional;
j.Dewan Standar Akuntansi Keuangan;
k.Dewan Standar Akuntansi Syariah;
l.Dewan SPAP; dan
m.Komite Standar Akuntansi Pemerintah.
(3)Anggota Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Menteri untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) masa periode berikutnya.
(4)Keanggotaan Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat kolegial.
Pasal 46(1)Ketua Komite Profesi Akuntan Publik ditetapkan dari unsur pemerintah dan wakil ketua ditetapkan dari unsur Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
(2)
Komite Profesi Akuntan Publik bertugas memberikan pertimbangan terhadap:
a.kebijakan pemberdayaan, pembinaan, dan pengawasan Akuntan Publik dan KAP;
b.
penyusunan standar akuntansi dan SPAP; dan
c.hal-hal lain yang diperlukan berkaitan dengan profesi Akuntan Publik.
(3)Selain memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komite Profesi Akuntan Publik juga berfungsi sebagai lembaga banding atas hasil pemeriksaan dan sanksi administratif yang ditetapkan oleh Menteri atas Akuntan Publik dan KAP.
(4)Keputusan Komite Profesi Akuntan Publik atas banding sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mengikat.
(5)Tata cara beracara banding ditetapkan oleh Komite Profesi Akuntan Publik.
Pasal 47Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Komite Profesi Akuntan Publik dibantu oleh sekretariat.
Pasal 48Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan unsur-unsur, serta tata kerja Komite Profesi Akuntan Publik, dan sekretariat Komite Profesi Akuntan Publik diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49Menteri berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP.
Bagian Kedua
Pembinaan
Pasal 50Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Menteri berwenang:
a.menetapkan peraturan atau keputusan yang berkaitan dengan pembinaan Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP;
b.menetapkan kebijakan tentang SPAP, ujian profesi akuntan publik, dan pendidikan profesional berkelanjutan;
c.melakukan tindakan yang diperlukan terkait dengan:
1.
SPAP;
2.penyelenggaraan ujian sertifikasi profesi akuntan publik; dan
3.pendidikan profesional berkelanjutan, untuk melindungi kepentingan publik.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 51(1)Dalam melakukan pengawasan, Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP.
(2)Menteri dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas nama Menteri untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berwenang untuk:
a.meminta keterangan, informasi dan/atau dokumen kepada Pihak Terasosiasi; dan
b.meminta keterangan, informasi dan/atau dokumen kepada asosiasi profesi.
(4)Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP dilarang menolak atau menghindari pemeriksaan dan menghambat kelancaran pemeriksaan.
(5)Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP yang diperiksa wajib memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan dan dokumen lainnya serta memberikan keterangan yang diperlukan termasuk kertas kerja yang berkaitan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya pada bank.
(6)Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) hanya dilakukan untuk memperoleh keyakinan atas kepatuhan Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP terhadap Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, serta SPAP.
(7)Pemeriksa yang ditugasi oleh Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari Akuntan Publik yang diperiksa.
(8)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 52(1)Menteri mencantumkan Pihak Terasosiasi dalam daftar orang tercela, dalam hal Pihak Terasosiasi:
a.menolak memberikan keterangan dan/atau memberikan keterangan atau dokumen palsu atau yang dipalsukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3);
b.melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1);
c.dikenai pidana karena melakukan pelanggaran atas Undang-Undang ini; atau
d.dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencantuman Pihak Terasosiasi dalam daftar orang tercela diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 53(1)Menteri berwenang mengenakan sanksi administratif kepada Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP atas pelanggaran ketentuan administratif.
(2)Pelanggaran ketentuan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelanggaran terhadap Pasal 4 Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (4), Pasal 13, Pasal 17 Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 35 ayat (5) dan ayat (6), atau Pasal 51 ayat (4) dan ayat (5).
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu;
b.
peringatan tertulis;
c.pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu;
d.
pembatasan pemberian jasa tertentu;
e.
pembekuan izin;
f.
pencabutan izin; dan/atau
g.
denda.
(4)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g dapat diberikan tersendiri atau bersamaan dengan pengenaan sanksi administratif lainnya.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 54Penerimaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf g dan ayat (4) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 55Akuntan Publik yang:
a.melakukan manipulasi (menurut MK (putusan No. 84/PUU-IX/2011) tgl 3 Jan 2013, "manipulasi" harus dimaknai "sebagai perbuatan yang didasari oleh niat jahat untuk mencari keuntungan bagi dirinya ataupun pihak lain secara melawan hukum berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup"), membantu melakukan manipulasi (menurut MK (putusan No. 84/PUU-IX/2011) tgl 3 Jan 2013, "manipulasi" harus dimaknai "sebagai perbuatan yang didasari oleh niat jahat untuk mencari keuntungan bagi dirinya ataupun pihak lain secara melawan hukum berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup"), dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf j; atau
b.dengan sengaja melakukan manipulasi (menurut MK (putusan No. 84/PUU-IX/2011) tgl 3 Jan 2013, "manipulasi" harus dimaknai "sebagai perbuatan yang didasari oleh niat jahat untuk mencari keuntungan bagi dirinya ataupun pihak lain secara melawan hukum berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup"), memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang berwenang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 56Pihak Terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 57(1)Setiap orang yang memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan atau memperpanjang izin Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), atau Pasal 8 ayat (2), dan/atau untuk mendapatkan izin usaha KAP atau izin pendirian cabang KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) atau Pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah.).
(2)Setiap orang yang bukan Akuntan Publik, tetapi menjalankan profesi Akuntan Publik dan bertindak seolah-olah sebagai Akuntan Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan oleh korporasi, pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4)Dalam hal korporasi tidak dapat membayar denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pihak yang bertanggung jawab dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun.
BAB XIV
KEDALUWARSA TUNTUTAN ATAU GUGATAN
Pasal 58(1)Akuntan Publik yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dibebaskan dari tuntutan pidana apabila perbuatan yang dilakukan telah lewat dari 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal laporan hasil pemberian jasa.
(2)Akuntan Publik dibebaskan dari gugatan terkait dengan pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 yang dilakukan telah lewat dari 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal laporan hasil pemberian jasa.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP yang telah memiliki izin Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP yang masih berlaku dinyatakan tetap berlaku.
b.Akuntan Publik yang telah memiliki izin Akuntan Publik yang masih berlaku harus memperbarui (registrasi ulang) izin Akuntan Publiknya dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini dengan menyampaikan dokumen berupa surat keterangan domisili dan Nomor Pokok Wajib Pajak.
c.Permohonan izin Akuntan Publik, izin usaha KAP dan/atau izin pendirian cabang KAP yang telah diajukan dan sedang dalam proses, harus diajukan kembali sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
d.Sertifikat tanda lulus ujian profesi yang telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia atau Institut Akuntan Publik Indonesia dinyatakan masih berlaku untuk memenuhi persyaratan memperoleh izin Akuntan Publik sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a sampai ada ketentuan yang baru.
e.Rekan non-Akuntan Publik yang telah menjadi rekan pada suatu KAP dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini harus mendaftar sebagai Rekan non-Akuntan Publik dengan menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c dan huruf d.
f.KAPA atau OAA yang namanya telah dicantumkan bersama-sama dengan nama KAP harus mendaftar dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
g.KAP harus menyesuaikan komposisi tenaga kerja profesional dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
h.Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang telah diakui oleh Menteri ditetapkan kembali dengan Keputusan Menteri sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Publik untuk menjalankan kewenangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
i.SPAP yang ditetapkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang telah diakui oleh Menteri dinyatakan tetap berlaku.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.Ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan ("Accountant") (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 705) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
b.Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan ("Accountant") (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 705) yang mengatur jasa Akuntan Publik, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan belum ada peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini, dinyatakan masih berlaku.
Pasal 61(1)Semua Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2)Semua Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 62Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya pada Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR