info: aktifkan javascript browser untuk tampilan normal...
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379), diubah sebagai berikut:

1.Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.Pengadilan adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peradilan umum.
2.Hakim adalah hakim pada pengadilan negeri dan hakim pada pengadilan tinggi.
3.Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4.Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5.Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang.
6.Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang."

2.Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 8
(1)Di lingkungan peradilan umum dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang.
(2)Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.
(3)Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta tunjangan hakim ad hoc diatur dalam peraturan perundang-undangan."

3.Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 6 (enam) Pasal, yakni Pasal 13A, Pasal 13B, Pasal 13C, Pasal 13D, Pasal 13E, dan Pasal 13F, yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 13A
(1)Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2)Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, pengawasan eksternal atas perilaku hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial.

Pasal 13B
(1)Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional, bertakwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang hukum.
(2)Hakim wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Pasal 13C
(1)Dalam melakukan pengawasan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Komisi Yudisial melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung.
(2)Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan hasil pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial, pemeriksaan bersama dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Pasal 13D
(1)Dalam melaksanakan pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (2), Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2)Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi Yudisial berwenang:
a.menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan/atau informasi tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
b.memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran atas Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
c.dapat menghadiri persidangan di pengadilan;
d.menerima dan menindaklanjuti pengaduan Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawah Mahkamah Agung atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
e.melakukan verifikasi terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf d;
f.meminta keterangan atau data kepada Mahkamah Agung dan/atau pengadilan;
g.melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim untuk kepentingan pemeriksaan; dan/atau
h.menetapkan keputusan berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b.

Pasal 13E
(1)Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Komisi Yudisial dan/atau Mahkamah Agung wajib:
a.menaati norma dan peraturan perundang-undangan;
b.menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; dan
c.menjaga kerahasiaan keterangan atau informasi yang diperoleh.
(2)Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
(3)Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
(4)Ketentuan mengenai pengawasan eksternal dan pengawasan internal hakim diatur dalam undang-undang.

Pasal 13F
Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim."

4.Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 14
(1)Untuk dapat diangkat sebagai hakim pengadilan, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.warga negara Indonesia;
b.bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.sarjana hukum;
e.lulus pendidikan hakim;
f.mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
g.berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
h.berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40 (empat puluh) tahun; dan
i.tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2)Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan negeri, hakim harus berpengalaman paling singkat 7 (tujuh) tahun sebagai hakim pengadilan negeri."

5.Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 14A dan Pasal 14B yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 14A
(1)Pengangkatan hakim pengadilan negeri dilakukan melalui proses seleksi yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
(2)Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Pasal 14B
(1)Untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc, seseorang harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kecuali huruf d, huruf e, dan huruf h.
(2)Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada (1) untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc, seseorang dilarang merangkap sebagai pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c kecuali undang-undang menentukan lain.
(3)Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan."

6.Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:

"
(1)Hakim pengadilan diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(1a)Hakim pengadilan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung.
(1b)Usul pemberhentian hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) hanya dapat dilakukan apabila hakim yang bersangkutan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2)Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung."

8.Ketentuan Pasal 19 ayat (1) diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:

"
(1)Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a.dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.melakukan perbuatan tercela;
c.melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;
d.melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; dan/atau
f.melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
(2)Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden.
(3)Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.
(4)Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5)Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh Komisi Yudisial.
(6)Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial mengajukan usul pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), hakim pengadilan mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(7)Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

10.Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 21
Dalam hal ketua atau wakil ketua pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim."

11.Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 22 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 22
(1)Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(1a)Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial.
(2)Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(3)Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan."

12.Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 25
(1)Kedudukan protokol hakim pengadilan diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Selain mempunyai kedudukan protokoler, hakim pengadilan berhak memperoleh gaji pokok, tunjangan, biaya dinas, pensiun, dan hak-hak lainnya.
(3)Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a.tunjangan jabatan; dan
b.tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4)Hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a.rumah jabatan milik negara;
b.jaminan kesehatan; dan
c.sarana transportasi milik negara.
(5)Hakim pengadilan diberikan jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji pokok, tunjangan, dan hak-hak lainnya beserta jaminan keamanan bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diatur dengan peraturan pemerintah (diubah MK (putusan No. 37/PUU-X/2012) tgl 31 Juli 2012, dari aslinya: "peraturan perundang-undangan")."

13.Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 28
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan negeri, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.warga negara Indonesia;
b.bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.berijazah sarjana hukum;
e.berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan negeri, atau menjabat sebagai wakil panitera pengadilan tinggi; dan
f.mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban."

14.Ketentuan Pasal 29 huruf b dihapus sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 29
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tinggi, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f;
b.dihapus.
c.berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi, atau 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengadilan negeri."

15.Ketentuan Pasal 31 huruf b dihapus sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut.

"Pasal 31
Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tinggi, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf f;
b.dihapus.
c.berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda, 5 (lima) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan tinggi, 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera pengadilan negeri, atau menjabat sebagai panitera pengadilan negeri."

16.Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 36
Panitera tidak boleh merangkap menjadi:
a.wali;
b.pengampu;
c.advokat; dan/atau
d.pejabat peradilan yang lain."

17.Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan 2 (dua) Pasal, yakni Pasal 36A dan Pasal 36B yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 36A
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diberhentikan dengan hormat dengan alasan:
a.meninggal dunia;
b.atas permintaan sendiri secara tertulis;
c.sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus;
d.telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan negeri;
e.telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan tinggi; dan/atau
f.ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

Pasal 36B
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dengan alasan:
a.dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.melakukan perbuatan tercela;
c.melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus menerus selama 3 (tiga) bulan;
d.melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36; dan/atau
f.melanggar kode etik panitera."

18.Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 40
(1)Untuk dapat diangkat menjadi juru sita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.warga negara Indonesia;
b.bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.berijazah pendidikan menengah;
e.berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai jurusita pengganti; dan
f.mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
(2)Untuk dapat diangkat menjadi juru sita pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b.berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan negeri."

19.Ketentuan Pasal 45 dihapus.

20.Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga Pasal 46 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 46
Untuk dapat diangkat menjadi wakil sekretaris pengadilan negeri, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.warga negara Indonesia;
b.bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.berijazah sarjana hukum atau sarjana administrasi;
e.berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun di bidang administrasi peradilan; dan
f.mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban."

21.Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 47
Untuk dapat diangkat menjadi wakil sekretaris pengadilan tinggi, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f; dan
b.berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun di bidang administrasi peradilan."

22.Di antara Ketentuan Pasal 52 dan Pasal 53 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 52A yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 52A
(1)Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses persidangan.
(2)Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan.
(3)Apabila pengadilan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua pengadilan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan."

23.Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 53
(1)Ketua pengadilan melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim.
(2)Ketua pengadilan selain melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku panitera, sekretaris, dan juru sita di daerah hukumnya.
(3)Selain tugas melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua pengadilan tinggi di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan negeri dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
(4)Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), ketua pengadilan dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan.
(5)Pengawasan tersebut pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara."

24.Di antara Pasal 57 dan Pasal 58 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 57A dan Pasal 57B yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 57A
(1)Dalam menjalankan tugas peradilan, peradilan umum dapat menarik biaya perkara.
(2)Penarikan biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan tanda bukti pembayaran yang sah.
(3)Biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara.
(4)Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penerimaan negara bukan pajak, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (5) Biaya proses penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan pada pihak atau para pihak yang berpekara yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
(6)Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57B
(1)Setiap pejabat peradilan dilarang menarik biaya selain biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57A ayat (3).
(2)Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 36B."

25.Di antara Pasal 68 dan Pasal 69 disisipkan 3 (tiga) Pasal, yakni Pasal 68A, Pasal 68B, dan Pasal 68C yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 68A
(1)Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya.
(2)Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.

Pasal 68B
(1)Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
(2)Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.
(3)Pihak yang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang bersangkutan.

Pasal 68C
(1)Pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
(2)Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara cuma-cuma, kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3)Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan  ."

Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

PATRIALIS AKBAR



TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI



Pasal I

Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas

Angka 2
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "diadakan pengkhususan pengadilan" ialah adanya diferensiasi/spesialisasi di lingkungan peradilan umum di mana dapat dibentuk pengadilan khusus, misalnya pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial, pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, sedangkan yang dimaksud dengan "yang diatur dengan undang-undang" adalah susunan, kekuasaan, dan hukum acaranya.
Ayat (2)
Yang dimaksud "dalam jangka waktu tertentu" adalah bersifat sementara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tujuan diangkatnya hakim ad hoc adalah untuk membantu penyelesaian perkara yang membutuhkan keahlian khusus misalnya kejahatan perbankan, kejahatan pajak, korupsi, anak, perselisihan hubungan industrial, telematika (cyber crime).
Ayat (3)
Cukup jelas

Angka 3
Pasal 13A
Ayat (1)
Pengawasan internal atas tingkah laku hakim masih diperlukan meskipun sudah ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan lebih komprehensif sehingga diharapkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim betul-betul dapat terjaga.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 13B
Cukup jelas.

Pasal 13C
Ayat (1)
Koordinasi dengan Mahkamah Agung dalam ketentuan ini meliputi pula koordinasi dengan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 13D
Cukup jelas.

Pasal 13E
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim memuat kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi oleh hakim dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 13F
Yang dimaksud dengan "mutasi" hakim dalam ketentuan ini meliputi promosi dan demosi hakim.

Angka 4
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pendidikan hakim diselenggarakan bersama oleh Mahkamah Agung dan perguruan tinggi negeri atau swasta yang terakreditasi A dalam jangka waktu yang ditentukan dan melalui proses seleksi yang ketat.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas

Angka 5
Pasal 14A
Cukup jelas.

Pasal 14B
Cukup jelas

Angka 6
Pasal 15
Cukup jelas

Angka 7
Pasal 16
Cukup jelas

Angka 8
Pasal 19
Cukup jelas

Angka 9
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Angka 10
Pasal 21
Cukup jelas

Angka 11
Pasal 22
Ayat (1)
Pemberhentian sementara dalam ketentuan ini, selain yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, adalah hukuman jabatan yang dikenakan kepada seorang hakim untuk tidak memeriksa dan mengadili perkara dalam jangka waktu tertentu.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Angka 12
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sarana transportasi" adalah kendaraan bermotor roda empat berserta pengemudinya atau sarana lain yang memungkinkan seorang hakim menjalankan tugas-tugasnya.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya" adalah hakim diberikan penjagaan keamanan dalam menghadiri dan memimpin persidangan. Hakim harus diberikan perlindungan keamanan oleh aparat terkait yakni aparat kepolisian agar hakim mampu memeriksa, mengadili dan memutus perkara secara baik dan benar tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak manapun.
Ayat (6)
Cukup jelas

Angka 13
Pasal 28
Cukup jelas.

Angka 14
Pasal 29
Cukup jelas.

Angka 15
Pasal 31
Cukup jelas.

Angka 16
Pasal 36
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "pejabat peradilan yang lain" adalah sekretaris pengadilan, wakil sekretaris pengadilan, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti, juru sita, juru sita pengganti, dan pejabat struktural lainnya.

Angka 17
Pasal 36A
Cukup jelas.

Pasal 36B
Cukup jelas

Angka 18
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan pendidikan menengah adalah sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lainnya yang sederajat.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Angka 19
Cukup jelas

Angka 20
Pasal 46
Cukup jelas

Angka 21
Pasal 47
Cukup jelas

Angka 22
Pasal 52A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal salinan putusan tidak disampaikan, ketua pengadilan yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Ketua Mahkamah Agung.
Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Angka 23
Pasal 53
Cukup jelas.

Angka 24
Pasal 57A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Biaya yang masuk penerimaan negara bukan pajak adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 57B
Cukup jelas.

Angka 25
Pasal 68A
Cukup jelas.

Pasal 68B
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kelurahan" dalam ketentuan ini termasuk desa, banjar, nagari, dan gampong.

Pasal 68C
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bantuan hukum yang diberikan secara cuma-cuma termasuk biaya eksekusi.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal II
Cukup jelas


[tulis] » komentar « [baca]