(1)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Medali Kepeloporan terdiri atas:
a.berjasa dan berprestasi luar biasa dalam merintis, mengembangkan, dan memajukan pendidikan, perekonomian, sosial, seni, budaya, agama, hukum, kesehatan, pertanian, kelautan, lingkungan, dan/atau bidang lain;
b.berjasa luar biasa dalam penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau
c.berjasa luar biasa menciptakan karya besar dalam bidang pembangunan.
(2)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Medali Kejayaan yaitu berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengharumkan nama bangsa dan negara di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, olahraga, seni, budaya, agama, dan/atau bidang lain.
(3)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Medali Perdamaian yaitu berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan perdamaian, diplomasi, persahabatan, dan persaudaraan.
Pasal 28(1)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Republik Indonesia terdiri atas:
a.berjasa sangat luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan bangsa dan negara;
b.pengabdian dan pengorbanannya di berbagai bidang sangat berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau
c.darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.
(2)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Mahaputera terdiri atas:
a.berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara;
b.pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara; dan/atau
c.darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.
(3)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Jasa terdiri atas:
a.berjasa besar di suatu bidang atau peristiwa tertentu yang bermanfaat bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa dan negara;
b.pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang bermanfaat bagi bangsa dan negara; dan/atau
c.darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
(4)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Kemanusiaan terdiri atas:
a.berjasa besar di suatu bidang yang bermanfaat bagi tegaknya nilai-nilai peri-kemanusiaan dan peri-keadilan bangsa dan negara;
b.pengabdian dan pengorbanannya di bidang hak asasi manusia (HAM), hukum, pelayanan publik, dan kemanusiaan berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau
c.darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
(5)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Penegak Demokrasi terdiri atas:
a.berjasa besar di suatu bidang yang bermanfaat bagi tegaknya prinsip kerakyatan, kebangsaan, kenegaraan, dan pembangunan hukum nasional;
b.pengabdian dan pengorbanannya di bidang demokrasi, politik, dan legislasi berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau
c.darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
(6)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Budaya Parama Dharma terdiri atas:
a.berjasa besar dalam meningkatkan, memajukan dan membina kebudayaan bangsa dan negara;
b.pengabdian dan pengorbanannya di bidang kebudayaan, baik kesenian, nilai-nilai tradisional, dan kearifan lokal bermanfaat bagi bangsa dan negara; dan/atau
c.darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
(7)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Bhayangkara terdiri atas:
a.anggota Polri yang berjasa besar dengan keberanian, kebijaksanaan dan ketabahan luar biasa melampaui panggilan kewajiban yang disumbangkan untuk kemajuan dan pengembangan kepolisian;
b.tidak pernah cacat selama bertugas di kepolisian; atau
c.WNI bukan anggota Polri yang berjasa besar terhadap kemajuan dan pengembangan kepolisian.
(8)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Gerilya yaitu setiap WNI yang berjuang mempertahankan kedaulatan NKRI dari agresi negara asing dengan cara bergerilya.
(9)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Sakti terdiri atas:
a.anggota TNI yang menunjukkan keberanian dan ketabahan tekad melampaui dan melebihi panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas operasi militer tanpa merugikan tugas pokoknya; atau
b.WNI bukan anggota TNI yang menunjukkan keberanian dan ketabahan tekad melampaui dan melebihi panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas operasi militer.
(10)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Dharma yaitu anggota TNI atau WNI bukan anggota TNI yang menyumbangkan jasa bakti dengan melebihi dan melampaui panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas militer sehingga memberikan keuntungan luar biasa untuk kemajuan TNI.
(11)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Yudha Dharma terdiri atas:
a.anggota TNI yang mendarmabaktikan diri melebihi dan melampaui panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas pembinaan dan pengembangan sehingga memberikan keuntungan luar biasa untuk kemajuan, perkembangan, dan terwujudnya integrasi TNI;
b.pegawai negeri sipil Kementerian Pertahanan atau TNI yang dalam tugasnya menghasilkan karya yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh pemerintah dan NKRI dalam rangka perwujudan dan pembinaan untuk keutuhan dan kesempurnaan TNI; atau
c.WNI bukan anggota TNI atau pegawai negeri sipil TNI yang berjasa besar dalam bidang pembangunan TNI dengan hasil yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh pemerintah dan NKRI.
(12)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Kartika Eka Pakci terdiri atas:
a.anggota TNI Angkatan Darat yang di bidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat tanpa merugikan tugas pokoknya; atau
b.WNI yang bukan anggota TNI Angkatan Darat yang berjasa luar biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat.
(13)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Jalasena terdiri atas:
a.anggota TNI Angkatan Laut yang di bidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut tanpa merugikan tugas pokoknya; atau
b.WNI bukan anggota TNI Angkatan Laut yang berjasa luar biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut.
(14)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Swa Bhuwana Paksa terdiri atas:
a.anggota TNI Angkatan Udara yang di bidang tugas kemiliteran menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Udara tanpa merugikan tugas pokoknya; atau
b.WNI bukan anggota TNI Angkatan Udara yang berjasa luar biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Udara.
Pasal 29(1)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Parasamya Purnakaryanugraha yaitu institusi pemerintah atau organisasi yang menunjukkan karya tertinggi pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(2)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Nugraha Sakanti yaitu kesatuan di lingkungan kepolisian yang telah berjasa di bidang tugas kepolisian yang bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara.
(3)Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk Samkaryanugraha yaitu kesatuan di lingkungan TNI yang telah berjasa dalam suatu operasi militer dan pembangunan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup negara dan bangsa.
Bagian Kedua
Tata Cara Pengajuan
Pasal 30(1)Usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ditujukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
(2)Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perseorangan, lembaran negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat.
(3)Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi riwayat hidup diri atau keterangan mengenai kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi, riwayat perjuangan, jasa serta tugas negara yang dilakukan calon penerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Tata Cara Verifikasi
Pasal 31(1)Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) diverifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
(2)Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti dan mengkaji keabsahan dan kelayakan calon penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Tata Cara Pemberian
Pasal 32(1)Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2)Pemberian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hari besar nasional atau pada hari ulang tahun masing-masing lembaga negara, kementerian, dan lembaga pemerintah nonkementerian.
(3)Pemberian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disematkan oleh Presiden dan/atau pejabat yang ditunjuk.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 33(1)Setiap penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.
(2)
Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Gelar dapat berupa:
a.pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta;
b.
pemakaman dengan upacara kebesaran militer;
c.pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara;
d.pemakaman di taman makam pahlawan nasional; dan/atau
e.pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya.
(3)
Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang masih hidup dapat berupa:
a.pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa;
b.pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau
c.hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
(4)
Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang telah meninggal dunia dapat berupa:
a.pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta;
b.
pemakaman dengan upacara kebesaran militer;
c.pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara;
d.pemakaman di taman makam pahlawan nasional; dan/atau
e.pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya.
(5)Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan ayat (4) huruf d diberikan kepada penerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Bintang.
(6)Hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama hanya untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, dan Bintang Mahaputera, dan Bintang Gerilya (ditambah MK (putusan No. 61/PUU-IX/2011) tgl 12 Sep 2012).
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 34(1)Ahli waris penerima Gelar berkewajiban:
a.menjaga nama baik pahlawan dan jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara;
b.menjaga dan melestarikan perjuangan, karya, dan nilai kepahlawanan; dan
c.
menumbuhkan dan membina semangat kepahlawanan.
(2)Ahli waris penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan berkewajiban:
a.menjaga nama baik dan jasa penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan; dan
b.menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
(3)Penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan yang masih hidup berkewajiban:
a.menjaga nama baik diri dan jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara;
b.menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan; dan
c.memberikan keteladanan dan menumbuhkan semangat masyarakat untuk berjuang dan berbakti kepada bangsa dan negara.
BAB VII
PENCABUTAN TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN
Pasal 35Presiden berhak mencabut Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan apabila penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, huruf e, dan huruf f
Pasal 36(1)Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diusulkan oleh perseorangan, lembaran negara, kementerian, lembaga pemerintahnonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, dan/atau kelompok masyarakat.
(2)Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan disertai alasan dan bukti pencabutan.
(3)Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteliti, dibahas, dan diverifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dengan mempertimbangkan keterangan dari penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencabutan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN DARI NEGARA LAIN
Pasal 37(1)WNI dapat menerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan dari negara lain.
(2)Penerimaan Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan kepada Presiden.
BAB IX
TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN BAGI WNA
Pasal 38(1)Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diberikan kepada WNA.
(2)
WNA yang menerima Tanda Jasa atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi:
a.kesetaraan hubungan timbal balik kenegaraan; dan/atau
b.
berjasa besar pada bangsa dan negara Indonesia.
(3)Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.Medali Kepeloporan;
b.Medali Kejayaan;
c.Medali Perdamaian;
d.Bintang Republik Indonesia;
e.Bintang Mahaputera;
f.Bintang Jasa;
g.Bintang Kemanusiaan;
h.Bintang Penegak Demokrasi;
i.Bintang Bhayangkara;
j.Bintang Yudha Dharma;
k.Bintang Kartika Eka Pakçi;
l.Bintang Jalasena; dan/atau
m.Bintang Swa Bhuwana Paksa.
(4)WNA yang menerima Tanda Jasa atau Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerima hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan kepada WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39(1)Setiap Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan sebelum Undang-Undang ini tetap berlaku.
(2)Sebelum ketentuan mengenai bentuk, ukuran, tata cara pemakaian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan diatur berdasarkan Undang-Undang ini, ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 40(1)Pada saat berlakunya undang-undang ini, paling lambat 6 (enam) bulan, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sudah terbentuk.
(2)Sebelum Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk, Dewan Tanda Kehormatan Republik Indonesia dan Badan Pembina Pahlawan tetap dapat melaksanakan tugasnya.
(3)Setelah Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk, Dewan Tanda Kehormatan Republik Indonesia dan Badan Pembina Pahlawan dinyatakan dibubarkan.
Pasal 41Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 42(1)Penghormatan negara terhadap perjuangan, pengorbanan, dan jasa demi keagungan bangsa dan negara yang dilakukan oleh Veteran Republik Indonesia diakui dan dilestarikan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai Veteran Republik Indonesia diatur dengan undang-undang tersendiri.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka:1.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1954 tentang Tanda Kehormatan Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 85);
2.
Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1650) sebagaimana diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1959 tentang penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1958 tentang perubahan dan tambahan Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 153), sebagai Undang-Undang (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1806);
3.
Undang-Undang Nomor 70 Tahun 1958, tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1958 tentang Tanda-Tanda Penghargaan untuk Anggota Angkatan Perang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 41), sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1657);
4.Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959, tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tanda-Tanda Kehormatan (penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1789);
5.Undang-Undang Nomor 5 Drt Tahun 1959, tentang Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia (penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1790);
6.Undang-Undang Nomor 6 Drt Tahun 1959, tentang Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera. (penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1791);
7.Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959, tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1958 tentang Penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1949, (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 154), sebagai Undang-undang (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1807); sebagaimana diberlakukan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1964 (Lembaran Negara Tahun 1964 No. 1) tentang perubahan dan tambahan Undang-undang No. 21 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 No. 65) tentang Penetapan menjadi Undang-undang, Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 154) tentang penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1949, menjadi Undang-undang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2667);
8.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959, tentang penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Garuda (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 19), sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1811);
9.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1961 tentang Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2290);
10.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1963 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jasa. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2575);
11.Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan (Lembaran Negara R.I. Tahun 1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara R.I. Nomor 2685);
12.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jalasena. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2866);
13.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1968 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2858) tentang tanda kehormatan Bintang Kartika Eka Pakci menjadi Undang-Undang (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2876);
14.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Swa Bhuwana Paksa. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2878);
15.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1971 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1971 tentang Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma menjadi Undang-Undang (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2979);
16.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1972 tentang Perobahan dan Tambahan Ketentuan Mengenai Beberapa Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang Berbentuk Bintang dan tentang Urutan Derajat/Tingkat Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2990); dan
17.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1980 tentang Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3173);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 44Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juni 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Juni 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA