(1)PMI Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a berkedudukan di ibukota negara dan memiliki wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia.
(2)PMI Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b berkedudukan di ibukota provinsi memiliki wilayah kerja meliputi wilayah provinsi.
(3)PMI Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c berkedudukan di ibukota kabupaten/kota memiliki wilayah kerja meliputi wilayah kabupaten/kota.
(4)PMI Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d berkedudukan di kecamatan memiliki wilayah kerja meliputi wilayah kecamatan.
Pasal 28Ketentuan mengenai struktur organisasi, kepengurusan, unit pelaksana teknis, wewenang, tanggung jawab PMI, serta tata cara penggunaan lambang PMI ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PMI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Kerja Sama dan Koordinasi
Pasal 29(1)Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, PI|vII bekerja sarna dan berkoordinasi dengan organisasi internasional dan organisasi nasional yang bergerak di bidang kemanusiaan serta instansi pemerintah terkait.
(2)Kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pendanaan
Pasal 30(1)Pendanaan PMI dapat diperoleh dari:
a.
donasi masyarakat yang tidak mengikat; dan
b.sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 31(1)Pengelolaan pendanaan PMI dilaksanakan secara transparan, tertib, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengelolaan pendanaan PMI diaudit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 32Peran serta masyarakat dalam kegiatan Kepalangmerahan dapat dilakukan dengan cara:
a.memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana;
b.mengawasi kegiatan Kepalangmerahan;
c.memberikan masukan terhadap kebijakan Kepalangmerahan; dan
d.menyampaikan informasi dan/atau laporan penyalahgunaan lambang dan nama Kepalangmerahan.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 33Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Kepalangmerahan.
Pasal 34Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan terhadap orang perseorangan, kelompok orang, dan organisasi atau lembaga kemanusiaan iainnya yang terdaftar.
Pasal 35Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Ketua Umum PMI melaporkan kegiatan Kepalangmerahan kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau secara insidental.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 36(1)Setiap Orang dilarang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung selain sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2)Setiap Orang dilarang menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan seagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dengan tujuan untuk mempeoleh keuntungan pribadi.
(3)Setiap Orang dilarang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan hukum tertentu atau organisasi tertentu dan/atau menggunakan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial.
(4)Setiap Orang dilarang meniru atau menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau nama dan lambang PMI yang berdasarkan bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI, kecuali lambang yang telah diatur dalam hukum internasional.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 37Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 38Setiap Orang yang menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 39(1)Setiap Orang yang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan hukum tertentu atau organisasi tertentu dan/atau menggunakan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)Selain pidana pokok yang dijatuhkan, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa penarikan produk barang yang beredar dari peredaran.
Pasal 40Setiap Orang yang meniru atau menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau nama dan lambang PMI yang berdasarkan bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (a) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penggunaan Lambang Kepalangmerahan yang telah digunakan oleh Setiap Orang yang tidak berhak berdasarkan Undang-Undang ini wajib diganti dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI berdasarkan Undang-Undang ini;
b.PMI sebagaimana dimaksud dalam huruf a menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 43Organisasi kemanusiaan lain tetap dapat melaksanakan Kegiatan Kemanusiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur Kepalangmerahan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 45Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 46Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY

TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Dalam ketentuan ini penyelenggaraan Kepalangmerahan oleh pemerintah disesuaikan dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan "penyelenggaraan Kepalangmerahan dalam masa damai" antara lain adalah kegiatan penanggulangan akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, serta pencarian dan pertolongan korban.
Yang dimaksud dengan "penyelenggaraan Kepalangmerahan dalam masa Konflik Bersenjata" antara lain adalah melindungi dan menolong korban perang, merawat orang yang sakit dan terluka, serta melaksanakan Kegiatan Kemanusian terkait dengan perdamaian dunia.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan "prinsip kemanusiaan" adalah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan dalam hal memberikan bantuan tanpa diskriminasi kepada para korban perang, mencegah, dan mengurangi penderitaan manusia di mana pun dengan memanfaatkan kemampuannya, baik secara nasional maupun internasionai. Tujuannya adalah untuk melindungi jiwa dan kesehatan serta menjamin penghargaan bagi manusia dengan mengedepankan saling pengertian, persahabatan, kerja sama dan perdamaian abadi di antara umat manusia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "prinsip kesamaan" adalah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan menyamakan dan tidak membedakan atas dasar kebangsaan, ras, agama, status, ataupun pandangan politik. Tujuannya meringankan penderitaan individu dan hanya membedakan korban menurut keadaan kesehatannya sehingga prioritas diberikan kepada korban yang keperluannya paling mendesak.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "prinsip kenetralan" adalah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan dalam rangka menjaga kepercayaan para pihak dengan tidak berpihak di dalam perselisihan atau terlibat dalam kontroversi yang bersifat politis, rasial, keagamaan, atau ideologis.
Huruf d
yang dimaksud dengan "prinsip kemandirian" adalah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan yang mandiri.
Perhimpunan Nasional, yang melakukan jasa-jasa kemanusiaan dan membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta tunduk pada hukum nasional di negaranya, harus selalu mempertahankan kemandiriannya sehingga mereka setiap saat dapat bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip Gerakan.
Huruf e
yang dimaksud dengan "prinsip kesukarelaan" adalah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan bersifat sukarela dan tidak bermaksud sama sekali untuk mencari keuntungan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "prinsip kesatuan" adalah hanya dapat didirikan satu perhimpunan palang merah atau bulan sabit merah nasional di dalam suatu negara. Palang merah atau bulan sabit merah tersebut harus terbuka bagi semua orang dan harus melaksanakan pelayanan kemanusiaannya di seluruh wilayah negara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "prinsip kesemestaan" adalah anggota-anggota gerakan Kegiatan Kemanusiaan diakui di seluruh negara. Masing-masing negara memiliki status atau kedudukan yang sama dan berbagi tanggung jawab dan kewajiban yang sama guna saling membantu di seluruh dunia.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "personel" adalah orang perseorangan, baik anggota Tentara Nasional Indonesia maupun pegawai negeri sipil yang bertugas pada Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "rohaniwan" adalah pemuka agama atau anggota Tentara Nasional Indonesia yang karena keahlian dan pengetahuannya memperoleh tugas dalam melakukan pelayanan kerohanian sesuai dengan agama yang dianut.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tenaga kesehatan sipil" adalah tenaga kesehatan selain tenaga kesehatan pada Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "rumah sakit sipil" adalah rumah sakit di luar rumah sakit Tentara Nasional Indonesia, termasuk rumah sakit Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "hukum humaniter internasional" adalah hukum yang mengatur pelindungan korban perang yang meliputi Konvensi Den Haag dan Konvensi Jenewa, berikut yurisprudensi, perjanjian, dan hukum kebiasaan internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tanda keterlekatan", misalnya adalah pada lencana atau plat nomor kendaraan yang hanya boleh dikenakan pada personel dan barang milik PMI.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tanda dekoratif', misalnya adalah pada medali atau pamflet dan spanduk, hanya boleh dicantumkan oleh PMI sesuai dengan tujuan kegiatannya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tanda asosiatif", adalah lambang yang tampak pada pos pertolongan pertama pada kecelakaan, misalnya di pinggir jalan, di dalam stadion, atau ruang publik lainnya, atau pada sarana transportasi bukan milik PMI, tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada warga sipil yang cedera atau sakit.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tanda lain", antara lain topi, rompi, jaket, dan helm.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tanda lain", antara lain topi, rompi, jaket, dan helm.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Yang dimaksud dengan "objek" adalah tenaga kesehatan dan rohaniwan Tentara Nasional Indonesia, personel PMI, tenaga kesehatan dan rohaniwan sipil, organisasi kemanusiaan lain, sarana dan tranportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan kesehatan.
Pasal 22
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dalam ketentuan ini pelayanan darah yang dilakukan oleh PMI melalui Unit Donor Darah (UDD) PMI.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "organisasi internasional", antara lain Komite Internasional Paiang Merah dan Federasi Internasional Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "lambang yang telah diatur dalam hukum internasional" antara lain tanda palang merah yang digunakan pada lambang obat narkotika.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas
LAMPIRAN I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2018
TENTANG
KEPALANGMERAHAN
LAMBANG PALANG MERAH

Penjelasan:
1.Umum
a.Tanda palang berwarna merah di atas dasar warna putih.
b.Ukuran panjang palang horizontal sama dengan panjang palang vertikal.
2.Perbandingan ukuran
a.Ukuran jarak antara titik-titik:
a sampai dengan b = b sampai dengan c = c sampai dengan d = d sampai dengan e = e sampai dengan f = f sampai dengan g sampai dengan h = h sampai dengan i = i sampai dengan j = j sampai dengan k = k sampai dengan l = l sampai dengan a.
b.Apabila ditarik garis imajiner dari titik-titik: l sampai dengan c; c sampai dengan. f; f sampai dengan i; i sampai dengan l; seakan-akan diperoleh 5 (lima) buah bujur sangkar yang sama.
LAMPIRAN II
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2018
TENTANG
KEPALANGMERAHAN
LAMBANG PALANG MERAH INDONESIA

Penjelasan:
1.Umum
Tanda Palang Merah dengan Lingkaran Bunga harus selalu berwarna merah dan terletak di atas dasar warna putih.
2.Perbandingan ukuran
a.Perbandingan ukuran Palang Merah sama seperti pada ketentuan Lampiran I;
b.Lingkaran Bunga dibuat dengan menggabungkan 5 (lima) buah busur dan lingkaran bulat seperti membentuk gambar bunga berkelopak lima;
c.Perbandingan antara lebar bidang palang dan kontur bunga (A:B) adalah 5:1.