info: aktifkan javascript browser untuk tampilan normal...
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1)Bupati/Walikota mengajukan usulan kebutuhan dokter spesialis kepada Gubernur melalui dinas kesehatan provinsi berdasarkan perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan kabupaten/kota.
(2)Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan usulan kebutuhan dokter spesialis di wilayahnya kepada Menteri berdasarkan perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan provinsi.
(3)Menteri menetapkan alokasi penempatan dokter spesialis setelah dilakukan verifikasi terhadap usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 4
Gubernur dan/atau Bupati/Walikota yang mengusulkan kebutuhan dokter spesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 bertanggung jawab menyediakan sarana, prasarana, dan peralatan spesialistik di Rumah Sakit yang akan digunakan dalam rangka mendukung pemberian pelayanan kesehatan spesialistik.

BAB III
PENGADAAN

Pemerintah Pusat menyelenggarakan pendidikan profesi program dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
(1)Setiap dokter spesialis lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis dari perguruan tinggi negeri di dalam negeri dan perguruan tinggi di luar negeri wajib mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis.
(2)Dalam rangka Wajib Kerja Dokter Spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan profesi program dokter spesialis bertugas:
a.menyiapkan mahasiswa program dokter spesialis yang akan menjadi peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis;
b.melakukan koordinasi dengan kolegium dan organisasi profesi mengenai jumlah lulusan dokter spesialis; dan
c.menyampaikan laporan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi terkait jumlah lulusan dokter spesialis, beserta sumber pendanaannya.
(3)Mahasiswa program dokter spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a.mahasiswa mandiri; dan
b.mahasiswa penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan.
(4)Mahasiswa mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan mahasiswa program dokter spesialis, pada perguruan tinggi negeri di dalam negeri, yang tidak mendapat beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
(5)Mahasiswa penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan mahasiswa program dokter spesialis, pada perguruan tinggi negeri di dalam negeri maupun perguruan tinggi di luar negeri, yang mendapat beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan baik dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

Pasal 8
(1)Setiap mahasiswa program dokter spesialis harus membuat surat pernyataan akan mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis.
(2)Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat pada awal pendidikan.

BAB IV
PENDAYAGUNAAN

Dalam rangka pendayagunaan dokter spesialis, Pemerintah Pusat melakukan penempatan dokter spesialis sebagai salah satu upaya pemerataan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Pasal 11
(1)Menteri menempatkan dokter spesialis berdasarkan alokasi penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
(2)Dalam hal di suatu daerah masih terdapat kebutuhan setelah dilakukannya penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menempatkan peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis di daerah tersebut setelah dilakukan verifikasi.

(1)Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis ditempatkan pada:
a.Rumah Sakit daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan;
b.Rumah Sakit rujukan regional; atau
c.Rumah Sakit rujukan provinsi, yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
(2)Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan milik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
(3)Dalam hal kebutuhan dokter spesialis di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis dapat ditempatkan pada Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat atau Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah lainnya sesuai perencanaan kebutuhan.
(4)Untuk tahap awal, penempatan peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis diprioritaskan bagi lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis obstetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi dan terapi intensif.
(5)Ketentuan mengenai jenis lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis yang akan ditempatkan selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 14
(1)Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis lulusan perguruan tinggi di luar negeri, yang menerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan baik dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan setelah evaluasi kompetensi.
(2)Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(1)Jangka waktu pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis bagi peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis mandiri paling singkat selama 1 (satu) tahun.
(2)Jangka waktu pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis bagi peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17
Menteri mengatur pergantian peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis secara tertib dan tepat waktu untuk menjaga keberlangsungan pemberian pelayanan kesehatan sebelum Pemerintah Daerah provinsi dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota mampu mengadakan dokter spesialis secara mandiri.

Pasal 18
Masa penempatan dalam rangka Wajib Kerja Dokter Spesialis diperhitungkan sebagai masa kerja.

(1)Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis berhak:
a.mendapatkan Surat Izin Praktik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota;
b.mendapatkan tunjangan; dan
c.mendapatkan fasilitas tempat tinggal atau rumah dinas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan oleh Menteri kepada:
a.peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis mandiri; dan
b.peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah Pusat yang ditempatkan oleh Menteri.
(3)Dalam hal peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditempatkan oleh Menteri di Rumah Sakit milik instansi pemerintah pengusul, diberikan tunjangan oleh instansi pemerintah pengusul.
(4)Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis program penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang ditempatkan di Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota pemberi beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan, diberikan tunjangan oleh Pemerintah Daerah.
(5)Bagi peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis penerima beasiswa dan/atau program bantuan biaya pendidikan dengan status Pegawai Negeri Sipil, selain memperoleh hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga berhak mendapatkan gaji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)Bagi peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis mandiri, selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menerima insentif dari Pemerintah Daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tunjangan ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

Pasal 21
(1)Dalam hal peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota dapat mengenakan sanksi administratif sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing.
(2)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis; dan/atau
c.pencabutan Surat Izin Praktik.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)Dalam rangka menjamin efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan Wajib Kerja Dokter Spesialis, dapat dibentuk komite.
(2)Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat adhoc dan bertanggung jawab kepada Menteri.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan wewenang komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan verifikasi, penempatan peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis, dan pergantian peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V
MONITORING, EVALUASI, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

(1)Bupati/walikota dan gubernur melaporkan pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis di wilayah kerjanya secara berjenjang kepada Menteri.
(2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis secara nasional.

BAB VI
PENDANAAN

Pasal 28
Pendanaan penyelenggaraan Wajib Kerja Dokter Spesialis bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
a.setiap mahasiswa program dokter spesialis yang sedang dalam masa pendidikan sebelum diundangkannya Peraturan Presiden ini wajib mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis dengan:
1.membuat surat pernyataan akan mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) pada akhir masa pendidikan;
2.melaksanakan Wajib Kerja Dokter Spesialis sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan; dan
3.menyerahkan Surat Tanda Registrasi dan salinan Surat Tanda Registrasi dokter spesialis kepada Menteri.
b.setiap mahasiswa program dokter spesialis yang sedang menunggu kelulusan sebelum diundangkannya Peraturan Presiden ini wajib mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis dengan:
1.membuat surat pernyataan akan mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) pada saat pengambilan sertifikat profesi dokter spesialis;
2.melaksanakan Wajib Kerja Dokter Spesialis sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan; dan
3.menyerahkan Surat Tanda Registrasi dan salinan Surat Tanda Registrasi dokter spesialis kepada Menteri.
c.setiap dokter spesialis yang telah lulus program dokter spesialis di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sebelum diundangkannya Peraturan Presiden ini dapat mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis secara sukarela.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2017
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Januari 2017
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

[tulis] » komentar « [baca]