info: aktifkan javascript browser untuk tampilan normal...
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pemberhentian dengan hormat dari jabatan Hakim Agung atau Hakim tidak dengan sendirinya diikuti pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, kecuali Hakim Agung atau Hakim yang bersangkutan:
a.mohon berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b.berdasarkan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Pegawai Negeri Sipil;
c.mencapai batas usia pensiun.

Pasal 4
Keputusan tentang pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pimpinan Mahkamah Agung memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat setelah menerima Keputusan Presiden tentang pemberhentian dengan hormat Hakim Agung.

Bagian Kedua
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat

Pasal 7
Hakim Agung dan Hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a.dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b.melakukan perbuatan tercela;
c.terus-menerus melalaikan kewajiban dalam melaksanakan tugas pekerjaannya;
d.melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.melanggar larangan perangkapan jabatan Hakim Agung atau Hakim.

Pasal 8
Pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diusulkan kepada Presiden setelah Hakim Agung dan Hakim tersebut dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

(1)Kepada Hakim Agung dan Hakim diberikan kesempatan untuk membela diri dalam tenggang waktu 30 hari setelah diterimanya pemberitahuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan di depan:
a.Majelis Kehormatan Mahkamah Agung bagi Hakim Agung; dan
b.Majelis Kehormatan Hakim bagi Hakim.
(3)Hak membela diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur apabila Hakim Agung atau Hakim yang bersangkutan telah menggunakan haknya pada waktu akan diberhentikan sementara dari jabatannya.

Pasal 11
(1)Majelis Kehormatan Mahkamah Agung memberikan pertimbangan, pendapat dan saran kepada Pimpinan Mahkamah Agung atas pembelaan diri Hakim Agung.
(2)Majelis Kehormatan Hakim memberikan pertimbangan, pendapat dan saran kepada Menteri dan Ketua Mahkamah Agung atas pembelaan diri Hakim.
(3)Pertimbangan, pendapat dan saran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Majelis Kehormatan dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya pembelaan diri Hakim Agung atau Hakim yang bersangkutan.
(4)Dalam hal Majelis Kehormatan memandang perlu adanya penjelasan tambahan atas keterangan-keterangan yang dituangkan dalam pembelaan diri Hakim Agung atau Hakim maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari.

Pimpinan Mahkamah Agung segera memberitahukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat setelah menerima Keputusan Presiden tentang pemberhentian tidak dengan hormat Hakim Agung.

Pasal 14
(1)Pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan Hakim berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diikuti dengan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula dalam hal Hakim Agung berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(3)Keputusan tentang pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil, diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Pemberhentian Sementara

Hakim Agung dan Hakim dapat diberhentikan sementara dari jabatannya:
a.sebelum diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
b.karena dituntut di muka Pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan.

Pasal 17
(1)Pemberhentian sementara Hakim Agung dengan alasan telah melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b sampai dengan huruf c diusulkan oleh Pimpinan Mahkamah Agung kepada Presiden berdasarkan pertimbangan masih diperlukannya bukti-bukti tentang kesalahan Hakim Agung yang bersangkutan.
(2)Pemberhentian sementara Hakim dengan alasan dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh Menteri dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden.

Pasal 18
Hakim Agung dan Hakim yang diberhentikan sementara dari jabatannya tidak memperoleh tunjangan jabatan.

(1)Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diikuti dengan pemberhentian tidak dengan hormat, apabila:
a.Hakim Agung atau Hakim berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap terbukti bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b.Hakim Agung berdasarkan pertimbangan Pimpinan Mahkamah Agung dan Hakim berdasarkan pertimbangan Menteri Kehakiman dengan Ketua Mahkamah Agung ternyata melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b sampai dengan huruf e.
(2)Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 berlaku terhadap pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat tersebut ayat (1).

BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 21
Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil tidak berlaku terhadap hal-hal yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Mei 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Mei 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO



TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI



Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan jabatan adalah jabatan sebagai Hakim Agung atau sebagai Hakim. Dengan demikian apabila yang bersangkutan diberhentikan dari jabatan Hakim Agung atau Hakim akan berakibat pula terhadap jabatan lain yang dipangkunya.
Huruf a
Permohonan berhenti dengan hormat diajukan sendiri oleh Hakim Agung yang bersangkutan secara tertulis kepada Pimpinan Mahkamah Agung, dan permohonan berhenti dengan hormat seorang Hakim diajukan secara tertulis kepada Menteri.
Huruf b
Dalam hal Hakim Agung sakit jasmani atau rohani terus-menerus, Pimpinan Mahkamah Agung meminta kepada Tim Penguji Kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila yang akan diperiksa adalah seorang Hakim, permintaan tersebut disampaikan oleh Menteri.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Sesuai dengan penjelasan Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Pasal 19 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan Pasal 18 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, ketidakcakapan dalam melaksanakan tugas, misalnya karena banyak melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugas sebagai Hakim Agung atau Hakim.
Bagi Hakim Agung, penilaian ketidakcakapan tersebut didasarkan atas hasil pemeriksaan Pimpinan Mahkamah Agung, sedangkan bagi Hakim didasarkan atas hasil pemeriksaan Ketua Mahkamah Agung bersama-sama dengan Menteri.
Huruf e
Termasuk dalam pengertian meninggal dunia adalah hilang atau tewas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Huruf a
Surat yang berisikan usul pemberhentian tersebut ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung setelah membicarakannya dengan pimpinan Mahkamah Agung lainnya.
Dalam hal usul pemberhentian menyangkut Ketua Mahkamah Agung, maka usul tersebut ditandatangani oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung atau Ketua Muda yang paling senior apabila Wakil Ketua berhalangan.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Usia pensiun Hakim Agung dan Hakim telah ditetapkan masing-masing dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.

Pasal 3
Materi Pasal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, dan Pasal 20 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.

Pasal 4
Pada saat ditetapkan Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundang-undangan yang mengatur wewenang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 5
Hak-hak kepegawaian Hakim Agung dan Hakim yang diberhentikan dengan hormat antara lain meliputi hak-hak yang diatur dalam:
1)Undang-undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
2)Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.
3)Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
4)Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri.

Pasal 6
Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, pemberhentian dengan hormat Hakim Agung diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Mengingat pemberitahuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan secara tertulis, maka surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal yang diberhentikan adalah Ketua Mahkamah Agung, maka surat pemberitahuan kepada DPR ditandatangani oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung atau Ketua Muda yang paling senior apabila Wakil Ketua berhalangan.

Pasal 7
Alasan-alasan pemberhentian tidak dengan hormat dalam Pasal ini adalah sesuai dengan ketentuan Undang-undang.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" sebagaimana tersebut dalam Undang-undang yang menjadi landasan Peraturan Pemerintah ini ialah apabila Hakim Agung atau Hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan merendahkan martabat dan kehormatannya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tugas pekerjaan" sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 ialah semua tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Jabatan-jabatan yang dilarang untuk dirangkap Hakim Agung dan Hakim adalah sebagaimana ditetapkan oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
Hakim Agung dan Hakim yang dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap segera diusulkan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Presiden.
Dalam hal Hakim yang bersangkutan bertugas di lingkungan Pengadilan Tingkat I, atau Pengadilan Tingkat Banding maka Ketua Pengadilan harus secepatnya menyampaikan adanya keputusan Pengadilan dimaksud kepada Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Tenggang waktu tersebut terhitung dari tanggal penerimaan hasil pemeriksaan oleh Hakim Agung atau Hakim yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Usul pemberhentian tidak dengan hormat oleh pimpinan Mahkamah Agung dilampiri dengan pembelaan diri Hakim Agung yang bersangkutan serta pertimbangan, pendapat dan saran Majelis Kehormatan Mahkamah Agung.
Lihat pula isi Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf a.
Ayat (2)
Apabila menyangkut Hakim, usul sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dilampiri dengan pembelaan diri Hakim yang bersangkutan dan disertai dengan pertimbangan, pendapat dan saran Majelis Kehormatan Hakim.

Pasal 13
Lihat Penjelasan Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf a.

Pasal 14
Ayat (1)
Apabila alasan-alasan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim adalah juga merupakan dasar pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka pemberhentian tidak dengan hormat seorang Hakim dari jabatannya dapat diikuti dengan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (2)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Agung dapat diikuti dengan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 15
Sesuai dengan makna Pasal 14 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Pasal 23 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986, Pasal 23 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Hakim Agung dan Hakim yang dikenakan perintah penahanan oleh pejabat yang berwenang, diberhentikan sementara dari jabatannya.
Ketentuan dalam pasal-pasal tersebut mengandung arti bahwa pemberhentian sementara dari jabatan secara langsung dilakukan terhadap Hakim Agung dan Hakim apabila yang bersangkutan disangka atau didakwa telah melakukan tindak pidana kejahatan yang disusuli dengan perintah penangkapan dan penahanan. Sedangkan terhadap Hakim Agung dan Hakim yang disangka, atau didakwa telah melakukan tindak pidana kejahatan tetapi tidak diikuti dengan penangkapan dan penahanan dapat diberhentikan sementara.

Pasal 16
Huruf a
Tindakan pemberhentian sementara dapat dilakukan terhadap Hakim Agung atau Hakim yang dinilai telah melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini yang diancam dengan pemberhentian tidak dengan hormat. Namun demikian tidaklah berarti pemberhentian sementara akan selalu dilakukan sebelum Hakim Agung atau Hakim diberhentikan tidak dengan hormat.
Dalam hal Hakim Agung dan Hakim diduga melakukan tindak pidana kejahatan, maka langkah ini diambil menunggu putusan badan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang akan menentukan bersalah atau tidak bersalahnya Hakim Agung dan Hakim yang bersangkutan melakukan tindak pidana kejahatan. Dalam hal Hakim Agung dan Hakim dipersalahkan melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b sampai dengan huruf c, maka tindakan pemberhentian sementara dilaksanakan sambil menunggu kelengkapan pembuktian atas kesalahan yang dituduhkan kepada Hakim Agung dan Hakim yang bersangkutan.
Huruf b
Ketentuan ini adalah sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Pasal 23 ayat (2) masing-masing Undang- undang Nomor 2 Tahun 1986 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 serta Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.
Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 menentukan bahwa pelaku tindak pidana yang tercantum dalam pasal dimaksud dapat dikenakan tindakan penahanan. Hakim Agung atau Hakim yang dituntut melakukan salah satu tindak pidana yang ditampung dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 walaupun tanpa ditahan, dapat diberhentikan sementara dari jabatannya.

Pasal 17
Ayat (1)
Untuk membuktikan, misalnya bahwa seorang Hakim Agung telah melakukan perbuatan tercela sebagaimana dimaksud oleh Pasal 7, diperlukan waktu yang cukup. Namun sambil menunggu hasil penelitian dan pemeriksaan oleh Pimpinan Mahkamah Agung atas perbuatan yang diduga dilakukan Hakim Agung tersebut maka sebagai langkah pendahuluan dan pengamanan dapat diusulkan kepada Presiden tindakan pemberhentian sementara.
Langkah ini adalah dimaksudkan untuk menjaga nama baik jabatan Hakim Agung, khususnya dalam peristiwa-peristiwa yang sedemikian rupa telah mempengaruhi citra Hakim di mata masyarakat. Selain itu, tindakan pemberhentian sementara dapat pula dilakukan demi untuk kelancaran pemeriksaan.
Ayat (2)
Lihat Penjelasan ayat (1).

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Dalam usul pembatalan pemberhentian sementara dari jabatan Hakim Agung atau Hakim tersebut, termasuk asal usul rehabilitasi; dan apabila Hakim Agung atau Hakim yang bersangkutan ditahan harus segera dikeluarkan dari tahanan.
Ayat (2)
Mengenai prosedur pengusulan tertulis kepada Presiden, lihat Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf a.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemberhentian sementara Hakim Agung atau Hakim pada hakekatnya merupakan satu kesatuan proses dengan pemberhentian tidak dengan hormat. Ini berarti bahwa kesempatan untuk membela diri bagi Hakim Agung atau Hakim sebagai bagian dari proses tersebut hanya diberikan satu kali.

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas


[tulis] » komentar « [baca]