a.menyalurkan program siaran dari lembaganya, Penyelenggara Lembaga Penyiaran Publik Lokal, dan/atau Lembaga Penyiaran Komunitas yang berada di zona layanannya; dan
b.menyalurkan program siaran dari Lembaga Penyiaran Komunitas sekurang-kurangnya 1 (satu) saluran siaran.
BAB IV
TATA CARA DAN PERSYARATAN PERIZINAN
Bagian Kesatu
Lembaga Penyiaran Penyelenggara Program Siaran
(1)Dalam melaksanakan penyelenggaraan penyiaran multipleksing, LPPPM harus memperoleh penetapan dari Menteri.
(2)Untuk memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPPPM harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(3)
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a.
memiliki Izin Penyelenggara Penyiaran;
b.memiliki rencana bisnis penyelenggaraan penyiaran multipleksing;
c.memberikan komitmen pembangunan sistem penyiaran multipleksing;
d.tidak memiliki kepemilikan silang (cross-ownership) dengan Lembaga Penyiaran Swasta lainnya yang melaksanakan penyelenggaraan penyiaran multipleksing di zona layanan yang sama;
e.memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur eksisting yang memadai;
f.memiliki rencana penggelaran infrastruktur digital; dan
g.memberikan surat pernyataan berupa jaminan pemberian tingkat kualitas layanan (Service Level Agreement/SLA), perlakuan, dan kesempatan yang sama kepada Lembaga Penyiaran yang melaksanakan penyelenggaraan program siaran.
(4)Dalam hal jumlah Lembaga Penyiaran yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melebihi kanal frekuensi radio yang tersedia di suatu zona layanan, maka akan dilakukan seleksi.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 11Menteri menetapkan Lembaga Penyiaran Publik TVRI sebagai LPPPM yang berlaku secara nasional tanpa melalui proses seleksi dengan menggunakan 1 (satu) kanal frekuensi radio di setiap wilayah layanan.
BAB V
PENGGUNAAN KOMPONEN DALAM NEGERI
Perangkat televisi yang telah terintegrasi dengan alat bantu penerima siaran digital wajib menggunakan label siap digital.
BAB VI
PELAKSANAAN PENYIARAN
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Penyiaran TV Digital Terestrial
Pasal 14(1)Pelaksanaan penyelenggaraan penyiaran multipleksing selambat-lambatnya akan dimulai pada tahun 2012.
(2)Pelaksanaan penyelenggaraan penyiaran multipleksing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada Lampiran Peraturan Menteri ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(3)Pelaksanaan penyelenggaraan penyiaran multipleksing pada setiap zona layanan diawali dengan melakukan penyiaran secara simulcast sampai dengan waktu Analog Switch Off (ASO) sebagaimana dimaksud pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
(4)Sebelum pelaksanaan simulcast, Menteri akan menetapkan Lembaga Penyiaran yang melaksanakan penyelenggaraan penyiaran multipleksing pada kanal frekuensi radio yang telah disediakan melalui Keputusan Menteri.
(5)Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Lembaga Penyiaran Publik Lokal, Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Komunitas yang telah mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran serta merta melaksanakan penyelenggaraan program siaran.
(6)Lembaga Penyiaran yang telah menyelenggarakan penyiaran televisi secara analog sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, namun tidak memenuhi persyaratan untuk melaksanakan penyelenggaraan penyiaran multipleksing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, akan menjadi Lembaga Penyiaran yang hanya melaksanakan penyelenggaraan program siaran.
(7)Penyesuaian seluruh Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang dimiliki oleh lembaga penyiaran sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini akan dilakukan setelah Analog Switch Off.
(8)Pelaksanaan Analog Switch Off (ASO) selambat-lambatnya dilakukan sampai dengan akhir tahun 2017.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Simulcast
Selama masa penyiaran simulcast, Lembaga Penyiaran yang telah melaksanakan penyelenggaraan program siaran diharuskan menayangkan iklan layanan masyarakat yang menjelaskan proses migrasi sistem penyiaran televisi analog ke sistem penyiaran televisi digital paling sedikit setiap 2 (dua) jam.
Pasal 17Lembaga Penyiaran yang melaksanakan penyelenggaraan penyiaran multipleksing dapat mempercepat pelaksanaan simulcast dalam waktu kurang dari yang telah ditetapkan sebagaimana pada Lampiran Peraturan ini.
Bagian Ketiga
Perizinan Berjalan
Pasal 18(1)Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran untuk penyiaran televisi analog yang diterima oleh Menteri setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri ini akan diproses sebagai pengajuan permohonan izin untuk melaksanakan penyelenggaraan program siaran yang pelaksanaannya diselenggarakan setelah Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan penyiaran multipleksing beroperasi di wilayah layanannya.
(2)Lembaga Penyiaran yang memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 39/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air) wajib melakukan migrasi ke penyiaran televisi digital selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan penyiaran multipleksing beroperasi di wilayah layanannya.
(3)Lembaga Penyiaran yang memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran dengan menggunakan kanal frekuensi radio yang dialokasikan bukan untuk wilayah layanannya wajib melakukan migrasi ke penyiaran televisi digital selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan penyiaran multipleksing beroperasi di wilayah layanannya.
(4)Pemohon Izin Penyelenggaraan Penyiaran televisi analog yang telah memenuhi persyaratan dan tersedia kanal frekuensi sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya peraturan ini dapat diberikan IPP dengan ketentuan wajib melakukan migrasi ke penyiaran televisi digital selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Lembaga Penyiaran yang menyelenggarakan penyiaran multipleksing beroperasi di wilayah layanannya.
BAB VII
EVALUASI DAN PENGAWASAN
PENYELENGGARAAN SIARAN TV DIGITAL
(1)Menteri dapat mengenakan sanksi administratif kepada Lembaga Penyiaran yang melanggar Pasal 5 ayat (2), Pasal 5 ayat (5), Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), Pasal 18 ayat (4).
(2)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dapat berupa:
a.Himbauan;
b.Teguran tertulis;
c.Penghentian penetapan sementara;
d.Pencabutan penetapan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pasal 22Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Nomor 39/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan tetap Tidak Berbayar (Free-to-air) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 22 November 2011
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
REPUBLIK INDONESIA,
TIFATUL SEMBIRING
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDDIN
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 22/PER/M.KOMINFO/11/2011
TANGGAL: 22 Nopember 2011
- NO.
- ZONA
- PROPINSI
- PERIODE SIMULCAST
- JUMLAH
WILAYAH
LAYANAN
- 1.
- ZONA 1
- ACEH (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 13
- SUMATERA UTARA (DEM 2)
- Q4-2012 s.d Q1-2016
- 12
- 2.
- ZONA 2
- SUMATERA BARAT (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 9
- RIAU (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 11
- JAMBI (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 8
- 3.
- ZONA 3
- BENGKULU (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 3
- SUMATERA SELATAN (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 8
- LAMPUNG (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 8
- BANGKA BELITUNG (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 3
- 4.
- ZONA 4
- JAKARTA
- Q1-2012 s.d Q2-2015
- 1
- BANTEN (DEM 2)
- Q4-2012 s.d Q1-2016
- 3
- 5.
- ZONA 5
- JAWA BARAT (DEM 1)
- Q1-2012 s.d Q2-2015
- 11
- 6.
- ZONA 6
- JAWA TENGAH (DEM 1)
- Q1-2012 s.d Q2-2015
- 7
- JOGJAKARTA (DEM 2)
- Q4-2012 s.d Q1-2016
- 1
- 7.
- ZONA 7
- JAWA TIMUR (DEM 1)
- Q1-2012 s.d Q2-2015
- 10
- 8.
- ZONA 8
- BALI (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 2
- NUSA TENGGARA BARAT (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 4
- NUSA TENGGARA TIMUR (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 13
- 9.
- ZONA 9
- PAPUA (DEKM 5)
- Q3-2014 s.d Q4-2017
- 9
- PAPUA BARAT (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 3
- 10.
- ZONA 10
- MALUKU (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 5
- MALUKU UTARA (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 2
- 11.
- ZONA 11
- SULAWESI BARAT (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 2
- SULAWESI SELATAN (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 11
- SULAWESI TENGGARA (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 8
- 12.
- ZONA 12
- SULAWESI TENGAH (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 8
- GORONTALO (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 2
- SULAWESI UTARA (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 5
- 13.
- ZONA 13
- KALIMANTAN BARAT (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 9
- KALIMANTAN TENGAH (DEM 3)
- Q3-2013 s.d Q4-2016
- 6
- 14.
- ZONA 14
- KALIMANTAN TIMUR (DEM 2)
- Q4-2012 s.d Q1-2016
- 11
- KALIMANTAN SELATAN (DEKM 4)
- Q1-2014 s.d Q2-2017
- 6
- 15.
- ZONA 15
- KEPULAUAN RIAU (DEM 2)
- Q1-2012 s.d Q2-2015
- 2
• DEM = Daerah Ekonomi Maju
• DEKM = Daerah Ekonomi Kurang Maju
Q1 : JANUARI - MARET
Q2 : APRIL - JUNI
Q3 : JULI - SEPTEMBER
Q4 : OKTOBER - DESEMBER